My Life Update: Being Covid-19 Patient

Judulnya doang bahasa inggris, isinya tetep bahasa indonesia, sis :p Spoiler dulu ya, tulisan ini mengandung curhat tentang apa yang saya alami selama kurang lebih satu bulan (Januari 2021), tentang berita kematian bertubi-tubi dan kesakitan. Bener-bener pada waktu saya beranggapan, awal tahun kok pait banget ya! :(

Kalau kata temen Mama Riyadh, cerita di bawah ini semoga bisa diambil ibroh-nya. Aamiin.


Assalaamu'alaikum warohmatulloohi wabarokaatuh.

Tahun 2020 lalu adalah tahun yang dibuka dan ditutup dengan kematian bagi saya. Awal tahun, ayah mertua meninggal setelah berpuluh tahun mengidap penyakit diabetes dan empat tahun terakhir diperparah oleh stroke dan ginjal. Di akhir tahun berita mengejutkan dari mama saya. Almarhumah mamah meninggal akibat sakit lambung yang telah dideritanya 10 hari. Tiga hari terakhir sakitnya semakin parah: membuatnya sesak nafas, tidak bisa tidur, terkadang perutnya keras, hingga ajal menjemputnya.

Setelah mamah meninggal, kami mengadakan tahlilan selama tujuh hari, mengundang jamaah masjid setempat. Karena memang dari papah keluarga besar (banyak keponakan) ditambah tetangga, dan teman-teman anak mama, alhamdulillah selalu banyak orang yang datang dan mendoakan almarhumah mamah.


Nah, setelah beramai-ramai mengurus tahlilan mamah selama tujuh hari, akhirnya badan saya ambruk juga. Di sinilah rangkaian penyakit sekeluarga dimulai. Sebelumnya, lupa di malam keberapa sepeninggalnnya almarhumah mamah, saya merasakan badan merinding sekujur tubuh saat menjelang tidur. Merinding, bukan meriang, ya. Akhirnya, saya putuskan konsumsi Imboost sebelum tidur, tidur berselimutan, alhamdulillah tidur nyenyak dan esoknya bangun dalam kondisi bugar.

Kamis, 24 Desember 2020

Saya memutuskan pulang ke rumah setelah selesai gelaran tahlil mamah hingga tujuh hari. Badan rasanya udah remuk, rentek, meriang. Kalau kata kakak saya tadi cerita flashback, mata saya terlihat celong (dalam) sekali --  menandakan emang udah sakit.

Saya sampai di rumah sekitar pukul 14.30 WIB. Langsung ke rumah kakak saya yang memang berdeketan. Saya terbiasa memang kalau sakit menjadi penghuni rumah kakak, meminta perawatan saat sakit agar cepat sembuh. Lepas maghrib, saya pun dikerok dan dipijat oleh pengasuh anak kakak. Selepas dikerok dan pijat, ada rasa lebih bugar di badan. Pegel di kaki juga sudah hilang.

Sementara itu, abang ipar yang juga survivor stroke ringan mulai nggak enak badan. Akan tetapi, masih menyempatkan diri untuk hadir dan memimpin acara empat bulanan tetangga.

Prosesi penguburan jenazah almarhumah mamah.

Jumat, 25 Desember 2020

Kondisi saya sudah lebih baik, tapi badan masih lemes dan ngilu. Pulang ke rumah hanya untuk tidur malam. Bangun tidur pagi, langsung lari ke rumah kakak. Sementara orang rumah masih tidur, saya sudah mencari makanan untuk sarapan dan perawatan di rumah kakak. Begitu terus selama tiga atau empat hari. 

Sabtu, 26 Desember 2020

Selama dua hari sakit, ponsel saya matikan, fokus pada pemulihan tubuh. Sampai ulang tahun abang pun saya lewatkan. Akhirnya, Sabtu (26/1/2021) saya menghubungi abang saya dan mengabarkan kondisi saya.

Saya cerita kalau saya masuk angin, pinggang sakit karena kurang minum, lalu badai sariawan juga. Saya sadar betul bukan orang yang doyan minum. Belakangan, saya lebih seneng minum minuman manis seperti teh. Makannya, saya pikir sakitnya saya yaa karena kurang minum jadi gampang masuk angin dan sariawan. Ditambah lagi mobilitas tinggi mempersiapkan tahlilan plus beberapa kali kehujanan. Persis seperti sakit pancaroba!

Minggu, 27 Desember 2020

Saya lupa kapan pastinya kehilangan indera penciuman. Bersamaan dengan hilangnya indera penciuman, hilang juga indera perasa. Makan makanan hanya berasa asin dan pedes aja yang dominan. Itupun dengan penambahan kadar dari biasanya yang saya konsumsi. Saya sempat bilang ke suami tentang keluhan ini dan takut tekena covid-19. Jawab suami, "Jangan pikir covid, pikirin gimana cara cepet sembuh aja". Oh, okey kalau begitu, "semangat sembuh", pikir saya!

Bersama abang, kami kembali update perkembangan masing-masing. Ternyata dua abang saya yang tinggal di daerah selatan sedang sakit sepulangnya dari bermain sepeda di Gn. Pancar. Yang satu bilang masuk angin, satunya bilang maag-nya kumat hingga timbul GERD. Saya pun menceritakan kalau abang ipar di utara juga sakit. Sementara badan saya udah hampir kembali seperti biasa. Chat ditutup dengan saling mendoakan karena sudah nggak ada emak lagi, tempat untuk merawat. Hiks.

Di hari ini pula kakak saya di dekat rumah, juga mulai turun staminanya. Gejala-gejala meriang, pusing, mual bak sakit pancaroba timbul. Meski demikian, ia masih beraktivitas seperti biasa.

Kamis, 31 Desember 2020

Menjelang zuhur, salah satu abang saya yang tinggal di selatan terkonfirmasi positif covid-19, hasil dari swab PCR. Di grup keluarga saling menyemangati agar yang sakit tetap semangat sembuh dan yang sehat tetap sehat paripurna. 

Karena badan udah agak enakkan, saya lebih banyak di rumah. Sementara itu, abang ipar dan kakak saya yang dekat rumah kondisinya makin parah. Malam tahun baru terasa biasa saja. Yaa memang nggak pernah merayakan juga, si. Memilih tidur cepat. Akan tetapi, malam itu begitu sepi jiwa ini. 

Saya tengok ke rumah kakak, dia sedang tidur sambil ditutupi selimut tebal. Saya mengira, dia kecapekan mengurus rumah dan saya. Gejala yang dirasakan pun sama dengan saya, seperti sakit pancaroba. Sempet kepikiran juga, si kalau kaka tertular dari saya.

Saya baru ingat kalau punya saudara seorang dokter. Saya pun menghubunginya sekalian meminta obat untuk saya. Saya termasuk orang yang paling malas minum obat kalau belum parah banget. Pas sakit itu, saya hanya mengonsumsi panadol hijau saja. Begitu enakan, ya sudah nggak minum obat. Akhirnya saya konsumsi obat covid-19 (minus antivirus) karena saya mengeluh pernah kehilangan indera penciuman.

Sabtu, 2 Januari 2021

Kami melihat kondisi abang ipar semakin parah. Nafas cepat, memburu, dan terengal-engal. Pukul 10 saya agak memaksa dia untuk cek ke dokter. Sebelumnya sang isteri sudah sering menyarankan mengingat ada riwayat stroke, tetapi abang takut di-covid-kan oleh dokter.

Akhirnya pukul 11.00 WIB abang ipar kembali dari klinik. Dia melakukan swab antigen di sana dan benar saja kalau ia suspect covid. Akhirnya sesegera mungkin saya mengisolasi abang ipar. Alhamdulillah ada kamar lagi untuk isolasi mandiri. Koordinasi dengan Pak RT dan keluarga abang ipar, isoman abang ipar pun dimulai. Berdasar keputusan puskesmas setempat, abang ipar akan melakukan Swab PCR pada Rabu, 6 Januari 2021 disusul keluarga Jumat, 9 Januari 2021.

Senin, 4 Januari 2021

Semua tampak baik-baik saja. Saat abang ipar mulai isoman, saya pesan sama dia, "telepon aja Nisa kalau ada apa-apa. Ada keluhan sekecil apapun, kabari". Benar saja. Pukul 9 WIB saat hendak berjemur, abang ipar menelepon sambil ngomong tidak jelas. Saya bergegas ke kamar dan melihatnya. Abang ipar tiduran di kasur sambil mengatakan, "Udah nggak kuat, Nis!" Sesak.

Yaah, saya bingung deh harus ngapain. Saya hubungi Pak RT, beliau menyarankan untuk menelepon ambulans. Saya berpikir, kalau menelepon ambulans, tidak tahu kapan datang. Sementara abang saya tampaknya butuh pertolongan lebih cepat. Di rumah pun tidak sedia oksigen. Doh!

Akhirnya saya putuskan membawa ke RSUD terdekat. Saya naik motor, sementara abang ipar naik mobil ditemani sopir. RS penuh! Ditambah, RSUD-nya kecil, bisa jadi alatnya ga mumpuni juga. Ya sudah saya lari ke RSUD dan dua rumah sakit besar lainnya. Hingga pukul 11 WIB, nggak ada rumah sakit yang mau terima abang saya. Alasannya tempat perawatan covid penuh! Bahkan, ada rumah sakit yang menyarankan untuk diswab PSR aja dulu supaya jelas statusnya. Lah, saya butuh oksigen dulu. ARGH! Puji syukur, di rumah sakit terakhir, saya lihat abang saya sudah lebih enakan. Dia memilih kembali ke rumah, rawat jalan.

Rabu, 7 Januari 2021

However, saya pun mengalami pergulatan batin yang lama sekali, sendirian. Mungkin bisa juga disebut overthinking. Sejak mama meninggal, saya sempat kepikiran, apakah Mama terserang Covid-19? Sungguh, kepergian mamah begitu cepat. Ditambah lagi, sepeninggal mamah, beredar kabar kalau covid-19 sedang giat menyerang lambung. Bukankah almarhumah mama meninggal didahului sakit lambung?

Sepeninggal mama juga, hampir setiap hari di wilayah sini ada yang meninggal karena Covid-19. Bahkan, salah seorang ustadz yang sempat menyolatkan jenazah mamah, dikabarkan terkena Covid-19 juga. Ustadz dirawat di RSPI, hingga akhirnya meninggal dengan status terkonfirmasi Covid-19.

Saya terus kepikiran. Apakah kami menjadi salah satu transmitter covid-19 ke orang lain? Apakah saya juga menjadi perantara sakitnya abang ipar? Apa yang harus saya lakukan selanjutnya? Malam ini saya menelepon teman yang saya percayai. Meminta perlindungan, saran, nasihat sambil nangis terisak. Akhirnya, demi kebaikan semua, saya memberanikan diri untuk tes.

"Tular dan menularkan tidak bisa terelakkan di zaman pandmei gini. Lebih baik kita mencegah hal-hal buruk yang bisa kita kontrol. Bahwa saya nggak sendirian. Di luar sana ada kejadian yang lebih parah dari saya dan keluarga alami. Dan ingatlah, apapun yang terjadi berasal dari Alloh SWT. dan hanya kepada-Nyalah tempatmu berserah", kurang lebih seperti itu intisari nasihat dari teman yang saya suka panggil ummi kadang juga mak.

Jumat, 9 Agustus 2021

Setelah mencurahkan segala isi hati, saya ikut memberanikan diri untuk swab PCR dengan mengajak suami dan anak. Anak dan suami hasilnya cepet sekali keluarnya, belum sampai 24 jam. Alhamdulillah hasilnya negatif. Sementara saya dibuat deg-degan lebih lama. Berkali-kali cek link hasil, belum keluar juga. Hingga Jumat sore pukul 16.00 hasilnya keluar juga dan saya dinyatakan positif Covid-19.

Saya memberitahukan suami dan abang di selatan. Saya sengaja tidak memberi tahu kakak yang dekat rumah karena saya takut mereka beranggapan, merekalah penyebab saya terkena covid-19, walau bisa juga kenyataannya berbalik. Saya juga konsul dengan saudara yang dokter ttg what next to do dengan kondisi rumah seperti ini. Saya pun memutuskan untuk isoman, menggunakan masker seharian, dan tetap melakukan aktivitas seperti biasa.

Saya dan suami mengambil jeda. Pada awalnya kami sepakat untuk tidak memberitahukan RT. Tapi ya udahlah, untuk pemetaan wilayah dan tanggung jawab warga, akhirnya saya konfrimasi juga ke RT. Esoknya, saya langsugn dibawain sejumlah bahan makanan pokok untuk stok makanan dari warga. Dari sinilah kakak saya tahu kalau saya pun positif Covid-19.

Stok bahan makanan yang dikirimkan oleh pengurus dasawisma di rumah.

Minggu, 10 Januari 2021

Waktu-waktu genting kembali hadir. Sesaat setelah maghrib, keponakan saya datang ke rumah. "Om, tante dipanggil mamah, Suruh ke rumah. Ayah pingsan!", katanya. Deg, ada apalagi ini? Saya masih nggak banyak mikir. Saya pikir kondisinya seperti seminggu lalu saat sesak nafas. Karena sedang isoman, saya meminta suami untuk menengok kondisi abang ipar.

Lama tidak ada kabar, suami kembali ke rumah dan meminta saya untuk menghubungi ambulans. Menurutnya, abang ipar terkena serangan stroke kedua. Kondisinya persis saat ia menemukannya waktu serangan stroke yang pertama. Dengan sigap, saya menghubungi ambulans. Lama sekali ambulans DKI datang. Dihubungi dari pukul 19, baru datang hampir pukul 21 WIB. Ya, saat itu angka terkonfirmasi Covid-19 sedang dalam tinggi-tinggiinya memang. Kebutuhan ambulans juga tinggi.

Akhirnya abang ipar diberikan pertolongan pertama oleh ambulans. Di luar sana saya berkoordinasi dengan saudara kandung abang ipar lainnya dan Pak RT, apa tindakan selanjutnya. Karena angka Covid-19 sedang tinggi, pihak ambulans menyarankan, kalau ada kenalan di RS bisa dipakai jalur itu supaya bisa segera ditolong. Akan tetapi malam itu, tidak ada satu kenalanpun yang bisa kami hubungi.

Pukul 00.00 keluarga abang ipar mencoba nekat ke rumah sakit swasta di kawasan Lebak Bulus. Ditolak juga. Salah satu penolakan rumah sakit adalah status suspect abang ipar. Sebagai informasi, seluruh pasien suspect Covid-19 yang diperiksa pada Rabu lalu belum ada yang keluar hasilnya. Jadi, kamu pun tidak tahu apakah beneran positif atau suspect dan rumah sakit tidak mau ambil risiko.

Akhirnya abang ipar kembali pulang. Menurut petugas ambulans, kondisi kakak sudah stabil: sadar, saturasi maksimal 96%, tekanan darah dan denyut normal. Pesan petugas ambulans, kami diminta cek saturasi setiap jam, empat jam sekali diganti posisi tidurnya, dikasih minum pelan-pelan (melalui pipet) karena kita tidak tahu bagian anggota tubuh mana yang diserang oleh stroke. Baiklah, pukul 02.00  WIB kami baru tidur.

Bersamaan dengan serangan stroke kedua abang ipar, kami mengetahui kalau keluarga abang ipar positif Covid-19 semua termasuk bayi yang baru berusia 5 bulan. Sampai lewat tengah malam hasil swab PCR abang ipar di Puskesmas belum keluar juga.

Senin, 11 Januari 2021

Senin pagi saya kembali koordinasi dengan keluarga besar dan puskesmas setempat. Puskesmas tidak bisa menyediakan ambulans untuk mengantar abang ke rumah sakit rujukan. Akhirnya, saya kembali meminta saudara untuk mencari "orang dalem" supaya abang ipar masuk ke rumah sakit. Khawatir akan ada serangan kedua, termasuk juga concern atas nutrisi dan perawatan stroke + Covid-19 lainnya.

Alhamdulillah Alloh mudahkan segalanya. Abang ipar bisa diterima dan dirawat di RS Fatmawati. Karena tidak ada yang mengantar, dengan terpaksa saya yang lagi isoman mengantar abang ipar ke rumah sakit. Abang ipar naik ambulans, sedangkan saya naik motor. Saya urus administrasi masuk pasien. Setelah itu, kami hanya bisa menitipkan abang ipar kepada perawat-perawat yang bertugas di rumah sakit. Pihak rumah sakit akna menelepon kami jika terjadi kegawatdaruratan atau dipindah ke ruang perawatan. 

Sejak saat itu, saya pun melakukan isolasi mandiri di rumah kakak selama dua minggu. Rumah saya kosong. Riyadh dan papap mengungsi di rumah nenek (ibu mertua). Selama dua minggu itu pula, kami hanya bisa mengutus orang untuk membantu perawatan abang ipar di rumah sakit, mulai dari sekadar menanyakan kabar kepada perawat, juga mengirimkan segala kebutuhan abang ipar yang tertinggal. 

Sejak saat itu pula banyak pertolongan, berupa semangat dari WA, kiriman makanan dan obat-obatan, kiriman doa dari sahabat juga saudara. Semoga Alloh membalas kebaikan kalian dengan balasan setimpal atau lebih. Aamiin yaa robbal 'aalamiin.

Sabtu, 3 April 2021

Bagaimana kondisi saat ini? Tiga bulan berlangsung alhamdulillah kami semua dalam keadaan sehat wal'afiat. Abang ipar masih dalam pemulihan stroke. Abaang ipar stroke bagian kanan, ototnya lemas, dan kesulitan bicara. Abang ipar dirawat persis satu bulan di RS Fatmawati. Alhamdulillah selamat dari Covid-19 dan sudah dilakukan transfusi plasma sebanyak dua kantong. 

Doakan kami agar kami sehat selalu.
Doakan agar abang ipar lekas sembuh dari stroke-nya.
Doakan agar stroke care giver-nya senantiasa sabar dan kuat.
Doakan agar Alloh menjadikan kubur ibuku bagian dari taman surga.

Aaamiin aamiin yaa robbal 'aalamiin.

Wassalaamu'alaikum. 

Tidak ada komentar

Terima kasih sudah berkomentar dengan sopan :)