Satu bulanan ini banyak orang di sekitar saya yang meninggal, either itu saya kenal betul or cuman tahu karena lingkaran pertemanan blogger. Timeline media sosial saya mendadak berseliweran memori lama bersemi kembali akan kenangan mereka yang telah dipanggil oleh Alloh bersama rekan sejawat.
Satu pertanyaan saya, "kalau gue meninggal, orang akan merasa sekehilangan ini nggak ya? Apa yang udah saya perbuat di dunia ini?" Ehh ini mah jadi dua pertanyaan, ya :D In other words, kalau kata Lee Dong Gun dalam quote di KDrama-nya, "Everyone has a reason for living. So, what do I live for?" Hahahha kenapa jadi Lee Dong Gun yak :p
Cerita Hijrah Nadiah Fatimah (Survivor Lupus) |
Yess, untuk apa saya hidup di dunia ini? Kalau dalam agama saya udah jelas si, nggak usah dipertanyakan lagi. Untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Pertanyaan susulannya, apa yang udah gue perbuat untuk mencapai tujuan itu? Kan begitu, malih?
Baiklah, di post kali ini ku mau sharing cerita hijrah dari salah satu selebgram bernama Nadiah Fatimah. Cerita ini ku dapat saat menghadiri acara Blogger Gathering bersama Shafira, Kamis (23/8/2018) lalu di Twin House, Cipete, Jakarta. Semoga bisa jadi i'tibar (mengambil pejaran untuk direnungi) bersama, yak.
(Baca ini jugam yuk! Kisah Sukses Perjalanan 30 Tahun Shafira)
Penyakit Lupus yang Menyerang Malam Pertamaku
Apa yang terbayang kalau manteman mendengar kata malam pertama? Kalau saya si membayangkan awal mula kesenangan hidup berdua bersama pasangan halal. Mau ngapain aja juga udah halal, ye kan? *blink blink eye mode on*
Akan tetapi, berbeda halnya yang dialami Nadiah yang kala itu baru saja selesai menggelar pesta pernikahan di Gedung Manggala Wanabakti, Senayan, Jakarta. Agustus 2008 akan menjadi kenangan yang tak terlupakan dalam hidupnya. Boro-boro melayani suami dengan fisik yang sehat. Kenikmatan sebagai isteri harus diterima Nadiah dengan tubuh yang terkulai lemas di tempat tidur selama 11 bulan di awal pernikahan mereka, bahkan terhitung sejak malam pertama. Deg!
Ya, di malam pertama status mereka sebagai suami siteri yang sah, Nadiah merasakan sakit yang hebat di bagian kakinya. "Kaki saya bengkak sekali, demam tinggi. Saya pikir ini hanya kecapekan saja mengurusi pernikahan kami. Akan tetapi, besok-besoknya semakin parah. Bahkan, muncul ruam di muka", tutur Nadiah di awal mula ceritanya.
Berbagai macam gejala yang terdapat pada penyakit lupus. (dok. Ausmed) |
Kami pun pergi menunjungi dokter, lanjut Nadiah. Dokter menyatakan Nadiah menderita lupus, penyakit autoimun yang menyerang siapa saja dan belum diketahui penyebabnya. Dalam waktu dua minggu itu pula lupus telah menyerang otak dan kaki Nadiah hingga berat badan turun sebanyak 15 kilogram. Dia merasakan kakinya yang teramat berat untuk digunakan berjalan. Dokter manapun menyatakan, ibu satu anak ini lumpuh seumur hidup.
Hati siapa yang tidak remuk kala itu. Angan-angan mengisi hari untuk beribadah berdua bersama suami, melayani suami dengan penuh kasih sayang, memberikan keturunan yang sholeh dan sholeha lenyap seketika. Lupus menyerang bagian perut ke bawah tubuh Nadiah. Nadiah tidak bisa merasakan apapun di bagian itu. "BAB dan BAK rasanya seperti orang yang sedang haid", terang Nadiah.
Karena ketidakmampuannya mengurus suami dengan sempurna, Nadiah mengizinkan sang suami untuk menikah kembali. Bahkan, ia sudah mempersiapkan sahabat baiknya untuk dijadikan calon isteri bagi sang suami. Apakah sang suami menyetujuinya?
Nadiah Fatimah bersama suami dan anak. (dok. Instagram @nadiahf) |
Alloh Maha Baik. Suami Nadiah yang berkewarganegaraan Belanda dan memiliki hidup mapan di negerinya, memilih meninggalkan kemapanan yang dimilikinya hanya untuk mengurus sang isteri.
"Suami saya berkewarganegaraan Belanda. Dia sudah memiliki rumah di sana. Bekerja sebagai salah satu pegawai di Shell. Niatnya, setelah menikah, kami akan kembali ke Belanda. Karena keadaan seperti ini, suami memilih untuk stay bersama saya", kenang Nadiah dengan mata berkaca-kaca.
Lupus atau penyakit yang biasa dikenal sebagai penyakit seribu wajah merupakan satu dari 33 penyakit berbahaya. Pada kondisi normal, sistem imun akan melindungi tubuh dari infeksi. Akan tetapi pada penderita lupus, sistem imun justru menyerang tubuhnya sendiri, mulai dari sel, jaringan, hingga organ.
Pun begitu bagi penderita lupus yang sedang hamil. Penyakit lupus sangat "senang" dengan kehadiran janin. Jika lupus sedang aktif, ia akan menyerang si janin karena menganggapnya sebagai benda asing. Oleh karena itu, dalam perjalanannya sebagai pengidap lupus, Nadiah pun siap untuk tidak memiliki anak, mengingat risiko tinggi yang harus dihadapinya.
“Suami saya bilang saat itu, ‘Kamu sudah diciptakan menjadi jodoh saya. Dan sudah jalan dari Allah kita harus menghadapi ini bersama. Niat saya menikahimu adalah ibadah, saya tidak perlu yang lain,’” kenang Nadiah menirukan perkataan sang suami.
Menderita Lupus, Jalan bagi Saya untuk Mengenal dan Dekat Alloh
Divonis lumpuh seumur hidup, tidak bisa memiliki keturunan, berada di pembaringan selama berbulan-bulan yang entah sampai kapan rupanya tidak menyurutkan semangat hidup Nadiah. Isteri dari Edo Rahman Hendriks ikhlas menerima semua takdir dari Yang Maha Kuasa.
Nadiah teringat bagaimana ia berucap sebelum sakitnya, ia ingin lebih mengenal Alloh, lebih dekat dengan Alloh. Memiliki kecukupan materi, kecakapan hubungan manusia, pekerjaan yang mapan membuat Nadiah pernah mencapai satu titik dalam hidupnya. Ada rasa rindu dalam dirinya untuk jauh lebih mengenal Sang Pemberi Kenikmatan. Kala itu ia bertanya, untuk apa aku hidup di dunia ini?
Sebelum menikah dan jatuh sakit, Nadiah mengakui, ia sempat mempelajari beberapa kitab agama. Dalam perjalanan hijrahnya, ia memantapkan untuk kembali kepada Islam dengan membenahi ritme kehidupannya. Ia mulai mempelajari kembali dan mendalami agama Islam, tidak bepergian ke tempat-tempat yang tidak disenangi Alloh, termasuk pula menutup aurat (berjilbab) di tahun 2006.
Begitu diberi sakit lupus, Nadiah justru bersyukur. Kata "alhamdulillah" kerap diucapkannya pada saat bercerita. Ia bersyukur karena diberi sakit pada saat sudah menikah. Ia merasa memiliki teman berjuang (suami) untuk menemani hari-harinya di pembaringan. Ia juga bersyukur karena sempat merasakan nikmat berjalan selama 27 tahun di kehidupannya.
“Saya pernah merasakan 27 tahun nikmat memiliki kaki. Di luar sana masih ada yang tidak pernah merasakan nikmat berjalan”, ucap Nadiah penuh syukur.
Walau lumpuh dari perut ke bawah, waktu sakitnya merupakan waktu terbaik bagi Nadiah untuk muhasabah (koreksi diri). Ia gunakan tangan, mata, dan mulutnya untuk mendalami agama Islam. Ia memutar kembali ingatan akan berbagai nikmat Alloh yang pernah dirasakannya juga kesalahan yang pernah ia lakukan di masa lampau.
Nadiah sesaat setelah melahirkan Aisha Fatimah Hendriks. (dok. HijUp) |
Tidak ada guru spiritual yang mendampingi Nadiah di saat itu. Aku Nadiah, ia hanya mempelajari agama Islam berdua dengan suami. Padahal, tambah Nadiah, belajar agama tidak boleh ditafsirkan sendiri, harus ada guru berkompeten yang mendampingi.
Sebelas bulan di pembaringan bagai sebuah jawaban atas semua doa Nadiah, ingin kenal dan dekat dengan Alloh. Walau sebulan menghabiskan biaya Rp 50 juta untuk biaya hidup, Nadiah tadabbur (merenungkan secara mendalam tentang sesuatu) akan hidupnya.
Nadiah yang pernah divonis lumpuh seumur hidup, tiba-tiba saja merasakan syaraf kakinya bisa bergerak. Ia tidak mau terburu-buru senang. Akan tetapi, perlahan tapi pasti progres itu ada. Terapi berjalan pun ia lakukan. "Alhamdulillah, kurang dari sebulan aku sudah mulai bisa berjalan walupun tertatih", ungkap Nadiah penuh khidmat.
"Kita punya ujian masing-masing, tapi di setiap ujian itu pula Alloh dekat dengan kita. Kalau kita diberi kenikmatan pun bertanya. Jangan-jangan ini ujian buat saya sehingga bisa saja jauh dari Alloh", tutur Nadiah.
Tujuh tahun berjalan, siapa sangka vonis lainnya dari para dokter kembali terpatahkan. Kehendak Alloh, Nadiah dikaruniai seorang puteri yang diberi nama Aisha Fatimah Hendriks.
"Pantangan penderita lupus itu ada tiga: matahari langsung, hamil, dan capek. Biasanya ini pemicu lupus jadi aktif. Tapi alhamdulillah aku bisa hamil. Lupus aktif saat usia kandunganku minggu ke-37. Akhirnya Aisha langsung dikeluarkan (caesar). Alhamdulillah Aisha terlahir sehat, tidak ada lupus karena lupus bukan penyakit keturunan. Lupus yang saat itu aktif menyerang ginjal sehingga saya rutin menjalani cuci darah", papar Nadiah mengingat momen keajaiban di kehamilannya.
Walau saat ini masih berstatus sebagai odapus (orang dengan lupus), Nadiah tetap optimis menjalankan hidup sebagai hamba Alloh. Sabar dan syukur jadi koenjti hidup Nadiah. Selain mengonsumsi obat-obatan kortikosteroid, melakukan cuci darah, Nadiah juga menjalankan pola hidup sehat untuk bisa melanjutkan hidup. Sementara untuk menyeimbangkan kehidupan rohaninya, Nadiah kini aktif sebagai koordinator di 30 majelis ta'lim.
Nadiah Fatimah bersama jamaah pengajian Kafilah Sholihin (dok. Instagram @nadiahf) |
"Katanya, konsekuensi sakit itu ada dua: sebagai penghapus dosa dan peningkat derajat. Kalau bagi saya rasanya nggak mungkin ditingkatkan derajatnya karena banyak dosa. Saya berharap sakitnya saya ini bisa jadi salah satu jalan penggugur dosa-dosa saya di masa lampau", tutup Nadiah bercerita.
Duh, Mams.. Bagaimana rasanya membaca postingan ini? Ku jadi berpikir ulang setiap kali ingat ceritanya. Kalau saya di posisi Nadiah, akan seperti apa ya? Nadiah sudah menjadi inspirasi bagi banyak orang. Gimana dengan saya? Semoga kita dan seluruh keluarga besar selalu berada dalam lindungan Alloh SWT. Begitu ajal menjemput, kita sudah mempersiapkan diri untuk Sang Khalik.
“Allah Ta’ala berfirman, ‘Aku tergantung persangkaan hamba kepadaKu. Aku bersamanya kalau dia mengingat-Ku. Kalau dia mengingatku pada dirinya, maka Aku mengingatnya pada diriKu. Kalau dia mengingatKu di keramaian, maka Aku akan mengingatnya di keramaian yang lebih baik dari mereka. Kalau dia mendekat sejengkal, maka Aku akan mendekat kepadanya sehasta. Kalau dia mendekat kepada diri-Ku sehasta, maka Aku akan mendekatinya sedepa. Kalau dia mendatangi-Ku dengan berjalan, maka Aku akan mendatanginya dengan berlari.” (HR bukhari, no. 7405 dan Muslim, no. 2675)
Sangat menginspirasi sekali ceritannya.
BalasHapusSangat menggugah inspirasi, bagus.
BalasHapus"Kita punya ujian masing-masing, tapi di setiap ujian itu pula Alloh dekat dengan kita. Kalau kita diberi kenikmatan pun bertanya. Jangan-jangan ini ujian buat saya sehingga bisa saja jauh dari Alloh"
BalasHapusterharu dengan kalimat ini, masyaalloh.
Wah ceritanya menginspiratif sekali.
BalasHapusSaya suka isi blognya, menginspirasi saya sekali.
BalasHapusSaya juga pernah dengar penyakit tentang penyakit Lupus.
BalasHapusYa Allah.. kisah yang gak tau mau bahagia apa sedih ya?? hebat mbak Nadiah semangatnya luar biasa, dtambah dukungan keluarga/suami yang hebat!, kagum!.
BalasHapusKisah mengenai Odapus yang sangat luar biasa menggugah. Jadi malu sendiri karena merasa masih banyak yang belum bisa berbuat yang terbaik sebagai manusia, padahal memiliki kondisi tubuh yang normal dan sehat. Etapi mbak, yang benar namanya Nadiah atau Nadia, ya? Ada dua nama di tulisan. Tks.
BalasHapusnadiah kaaaak. ehehehe maap typo. sudah kubenerin yahh :*
HapusInspiring . . . Hebatlah membaca kisah sang Bunda Aisha
BalasHapusBerjuang hidup demi keluarga tercinta, penyakit bukanlah tembok penghalang untuk bisa bersemangat dan berkarya.
BalasHapusjadi terharu dengan perjuangan hijrah mbak Nadia
BalasHapussemoga kita yang telah berhijrah untuk menjadi lebih baik dan lebih dekat kepada ALLAH SWT selalu diberikan istiqomah dan untuk teman-teman yang ingin berhijrah semoga di segerakan... aamiin
BalasHapusInspiratif banget ya mba Nadiah
BalasHapusDuh bacanya mengharu biru. Luar biasanya perempuan ini ya kak. Pasangan yang dapat diandalkan juga ya dalam kondisi apapaun tetap hebat!
BalasHapusAku bacanya deg-degan.
BalasHapusSemoga terus diberi kesehatan ya.
Ibuku juga penderita autoimun jenis syndrom sjorgen, 2 tahun pertama ibuku lumpuh, 8 tahun berlalu ibuku pulih tp msh trus ketergantungan obat
BalasHapusInspiratif ceritanya. Semoga kita yang dalam keadaan sehat juga senantiasa bisa bersyukur selalu sama Allah ya :')
BalasHapusMasyaAllah....
BalasHapusaku sendiri sampai sekarang masih belum paham dengan penyakit lupus loh mba.
Beeuntung sekali mba nadia dipertemukan dengan suaminya ya. Suami idaman banget.
Subahanallah setia suaminya dan menerima kekurangan istrinya
BalasHapusInspiratif bgt ka, alhamdulilah ya mba nadiah diberikan suami yg baik bgt
BalasHapusBaca ini saya jadi malu, terlalu banyak mengeluh, terlalu banyak meminta pada Allah padahal sedikit ibadah.
BalasHapusMasya Allah, suaminya mba nadia ini sayang sekali, saya yakin ini menjadi kunci kesembuhan mba nadia juga
BalasHapusKisah hijrah selalu menjadi kisah inspiratif ya kak
BalasHapusselalu seneng deh baca2 kisah inspiratif gini. makasih artikelnya ya Ness...
BalasHapusAku bacanya kok sedih yah, subhanallah banget yah suaminya setia menemani mbak nadia. Mbak nadia juga kuat menghadapi ujian dari Alloh
BalasHapuspercayalah saya jarang banget mampir ke blog mba anisa... ternyata tulisan ini keren.. sebuah pelajaran yang pas
BalasHapusMasya Allah... Perjuangan hidup yang luar biasa sekali Nadiah. Aku selalu suka mendengarkan cerita hijrahnya orang-orang, dan selalu menjadi pelajaran untukku.
BalasHapusSelama ini kupikir Lupus itu penyakit yg diderita sejak lahir, bukan yg bisa dtg kpn saja. Ternyata lupus bs menyerang umur brp saja dan kpn saja
BalasHapusTerharu mendengar perjuangan hidupnya. Menjadi pelajaran buat aku juga.
BalasHapusSubhanallah kuat banget mba Madinah menjalani hijrahnya. Allah tidak akan memberikan ujian di luar kemampuan hambaNya
BalasHapusInspiratif sekaligus sebuah keajaiban Allah ya mbak, vonis Dokter bisa dipatahkan dengan kekuasaan Allah.
BalasHapusMbak, membaca kalimat demi kalimat cerita ini ,membuat aku ingat diri sendiri ,aku hidup sudah melakukan apa untuk sesama, apa bekal untuk diakhirat sdh aku siapkan .Rasanya aku jauh bgt dari kata taat pada alloh ,makasih bgt atas cerita yg begitu menginspirasi ya mbak .
BalasHapus