Jamban Sehat, Sanitasi Aman

Assalaamu'alaikum, mama!

Pernah kepikiran nggak si sama kita selama ini, hendak mengalir ke mana tentang apa yang selama ini kita buang di kamar mandi? Hihihiii.. Emang buang apa? Iya buang hajat di kamar mandi, entah itu buang air kecil apalagi buang air besar, hendak mengalir ke mana? Hayoo tau nggak ujungnya dimana? Jawab, ya! Di postingan kali ini Mama Riyadh mau ngomongin urusan "belakang" rumah. Yup, kita akan ngobrolin soal WC, termasuk jamban, tangki septik, dan urusan "belakang" lainnya. Sebab apa? Sebab jamban sehat, sanitasi aman.

Ke Mana Fesesmu Mengalir Selama Ini?

Jadi, apa jawaban para mama terhadap pertanyaan saya di atas? Tahu nggak, Mam, pertanyaan ini merupakan pertanyaan pertama saat saya menghadiri acara Kumpul Blogger dan Vlogger Hari Toilet Sedunia 2019 "Kapan Sanitasi Aman?" bareng USAID Indonesia Urban Water, Sanitation, and Hygiene Penyehatan Lingkungan Untuk Semua (USAID IUWASH PLUS), Selasa (19/11/2019) lalu di Comic Cafe, Tebet, Jakarta. Apa jawaban saya? Saya pun nggak tahu jawabannya! Duh!

Jujur, pertanyaan yang dilontarkan oleh Ika Fransisca (Advisor Bidang Pemasaran dan Perubahan Perilaku USAID IUWASH PLUS) di hadapan 50 blogger/vlogger yang hadir kala itu begitu menohok saya. Seinget saya udah lama banget nggak pernah sedot WC. Sedot WC pernah dilakukan saat saya masih sekolah SD atau SMP, itupun karena WC mampet. Setelah beberapa kali pindah rumah, saya nggak pernah lagi mengalami mobil sedot WC nongkrong di rumah orangtua untuk membersihkan tangki septik. Apalagi posisi saya sebagai kontraktor (red: penghuni kontrakan) sekarang. Hendak mengalir ke mana apa yang kami tuai di jamban? Jangan-jangan langsung ke kali, ya karena nggak pernah lagi mengalami sedot WC.

Narasumber acara Kumpul Blogger dann Vlogger Hari Toilet Sedunia 2019 "Sanitasi Aman, Mulai Kapan?" (dari kiri ke kanan): Subekti (kepala PD PAL Jaya), Ika Fransisca (advisor Advisor Bidang Pemasaran dan Perubahan Perilaku USAID IUWASH PLUS), dan Zaidah Umami (perwakilan bidang kesehatan lingkungan Puskesmas Kecamatan Tebet).
Masih dari penuturan Ika Fransisca saat berkunjung ke suatu daerah metropolitan di Indonesia, dia terkejut. Pengalamannya, masih ada warga yang tinggal di salah satu kota metropolitan Indonesia ini membuang kotoran air besar ke dalam kantong plastik kresek. Sehabis digunakan, kantongnya ini bisa dilempar ke kali, got, tumpukkan sampah, ataupun ke jalanan.

Ika diwanti-wanti oleh warga setempat agar berhati-hati saat menemukan kantong kresek di tengah jalan. Bisa jadi isinya adalah feses manusia yang sengaja dibuang oleh penduduk yang tidak atau belum mengerti soal sanitasi aman. Sementara itu, ia melihat hewan-hewan ternak seperti kambing sedang mengorek-ngorek plastik yang berisi feses. Artinya, kambing-kambing yang dipelihara di daerah tersebut memakan feses manusia. Ikapun berikrar untuk tidak memakan produk makanan apapun yang terbuat dari kambing di daerah tersebut. Oh ya  nama daerah tidak disebutkan secara spesifik untuk menjaga nama baik.

Suasana Comic Cafe, Tebet sebagai tempat Kumpul Blogger dann Vlogger Hari Toilet Sedunia 2019 "Sanitasi Aman, Mulai Kapan?", Selasa (19/11/2019) lalu.

Tak usah jauh-jauh. Pada kesempatan yang sama, kami diagendakan turun ke lapangan untuk melihat kondisi riil masalah sanitasi di ibukota. Apa hasilnya? Jangankan di daerah-daerah pelosok  negeri, di salah satu wilayah ibu pertiwi, tepatnya di seberang wilayah RT 08 RW 10 Kelurahan Tebet Timur, masih banyak warga yang tidak memiliki jamban dan tangki septik sebagai pengumpul kotoran manusia di rumahnya.

Penduduk langsung membuang kotoran manusia ke kali yang terletak di sepanjang wilayah tersebut. Bisa dibayangkan donk bagaimana tercemarnya air kali di situ! Bagaimana bila warga di sekitar juga menjadikan air kali sebagai sumber air untuk kegiatan sehar-hari? Huhuhuu nggak kebayang kondisi kesehatan penduduk sekitar.

Acara talkshow yang penuh informasi ini semakin mudah diserap informasinya berkat sang moderator, Lina Damayanti (advisor bidang advokasi dan komunikasi USAID IUWASH PLUS)
Mengapa kita harus aware dengan jamban dan sanitasi?

Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran air untuk membersihkannya. Di sisi lain, sanitasi merupakan tindakan yang dilakukan manusia secara sadar untuk memutus sumber pencemaran limbah domestik ke sumber air.

Kenapa sih di awal tulisan ini saya ngomongin jamban juga alirannya? Karena jamban dan alirannya sering disebut sebagai urusan "belakang" rumah bagi kebanyakan orang Indonesia yang kerap diremehkan, bahkan terabaikan. Padahal keberadaan jamban yang sehat ini akan menimbulkan sanitasi yang aman. Kalau sanitasi aman, kesehatan penduduk meningkat.

Masih ingatkah mama berapa jarak aman antara keberadaan tangki septik dengan sumber air di dalam rumah? Yup, 10 meter. Yakinkah mama dengan kondisi tempat tinggal yang ditempati sekarang? Sudah tepatkan jarak sumber air dengan limbah domestik? Atau jangan-jangan di dalam rumah kita sendiri sudah benar jaraknya 10 meter, tapi di sebelahnya ada tangki septik tetangga? Hyaaahh, sama aja itu mah!

DKI Jakarta sebagai kota nomer dua berpredikat sanitasi baik se-Indonesia. Nomer satunya ada di DI Yogyakarta. -Subekti, Kepala PD PAL Jaya

Kenapa kita perlu memberi jarah hingga 10 meter? Menurut penjelasan Kepala PD PAL Jaya, Subekti, bakteri pengurai limbah domestik (Eschericia coli) memiliki masa hidup sekitar tiga hari. Dalam satu hari kecepatan air mengalir dalam tanah sejauh 3 meter. Untuk menjaga jarak aman agar E. coli tidak meresap ke dalam tanah, maka jarak sumber air dengan tangki septik digenapkan menjadi 10 meter.

Kita tentu sering mendengar tingginya angka kejadian diare dan stunting yang menimpa bayi dan balita di Indonesia. Diare kerap dianggap oleh masyarakat Indoensia sebagai kondisi pengantar bayi mau pintar (menambah kebisaanya). Padahal, selain ketidakcukupan intake makanan bayi, tercemarnya kondisi lingkungan tempat tinggal juga bisa membantu tingginya kejadian diare dan stunting. Parahnya, hal ini kerap luput dari perhatian masyarakat.

USAID IUWASH PLUS melansir, pada tahun 2018 akses sanitasi ke toilet atau jamban mencapai lebih dari 74,5% termasuk 7% sanitasi aman. Namun, pencapaian ini tidak dibarengi dengan penurunan penyakit diare dan stunting (masih di atas 30%). Pada tahun 2017, Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan, 75% sungai di Indonesia tercemar: 60% polutan disumbangkan oleh air limbah domestik yang tidak diolah. Nah kan, lagi-lagi tentang limbah domestik (BAB\BAK yang tidak diolah).

Sedot WC harus rutin dilakukan, bukan hanya karena WC mampet aja sebab tangki septik yang ada di rumah-rumah memiliki kapasitas tertentu. Jika sudah kepenuhan, bisa luber
Jamban Sehat, Sanitasi Aman

Tadi kan kita udah bicara tentang aliran limbah domestik juga alasan mengapa urusan jamban sampai sebegitu pentingnya dalam kehidupan sehari-hari. Nah, sekarang gimana sih menciptakan jamban yang sehat agar sanitasi aman?

Beruntungnya saya yang hadir di acara tersebut. Selain mendapatkan teori tentang ilmu jamban alias sanitasi, peserta juga diajak turun lapangan. Kami melihat secara langsung bagaimana asal-mulanya suatu perkampungan di Jakarta yang tadinya membuang limbah domestik langsung ke kali. Kemudian, dengan sadar mereka beralih ke tangki septik (septic tank).

Adalah RT 08 RW 10 Kelurahan Tebet Timur yang menjadi lokasi survey. Pada mulanya, kebanyakan penduduk di RT 08 ini tidak memiliki tangki septik. Limbah domestik (BAB/BAK) langsung dialirkan ke sungai yang berada di depan rumah. Jambanpun dibuat seadanya, ada yang permanen, tidak sedikit yang sementara. Dengan adanya bantuan dari CSR Sinarmas serta didampingi oleh USAID IUWAS PLUS, mereka melakukan pendidikan perubahan perilaku untuk para warga di RT 08 RW 10 Kelurahan Tebet Timur. Dari hasil pengamatan saya, sudah semua warga memiliki jamban dan sanitasi yang baik untuk limbah domestik.

Apa syarat jamban sehat:
  1. Jarak jamban dengan sumber air minimal 10 meter
  2. Mudah dibersihkan dan aman digunakan
  3. Pencahayaan dan luas ruangan yang cukup
Nah, kalau udah ada jamban, juga harus ada tangki septik. Tangki septik diibaratkan sebagai basis limbah domestik yang kita buang sehari-hari. Apa syarat tangki septik yang baik alias berstandari nasional (SNI)?
  1. Harus kedap air
  2. Memiliki volume yang standar (1 tangki septik untuk 1 rumah dengan 5 penghuni harus memiliki tangki septik dengan volume 800 liter)
  3. Memiliki lubang kontrol
  4. Memiliki ventilasi
  5. Memiliki pipa lubang masuk dan keluar
  6. Harus dikuras secara reguler (jasa Sedot WC) yang akan dibuang ke Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja.
Lalu, apa kabar dengan rumah yang tidak punya lahan cukup untuk jamban? Nah, ini dia permasalahan di banyak negara berkembang. Namun, ada siasatnya kok. Kita bisa pakai lahan untuk jamban dan tangki septik bersama. Bahasa kerennya Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal. Jadi, di tempat yang saya kunjungi itu, ada beberapa jamban dan IPAL yang sengaja dibangun untuk beberapa rumah. Biaya pembangunannya ada yang mandiri, ada juga pure dari CSR perusahaan, ada juga yang kombinasi di antara keduanya.
 
Berdasarkan penuturan Pak Santo, Sekretaris RT 08, dia merasa lebih nyaman melakukan BAB/BAK walaupun dengan jamban komunal. Paling tidak, ia tidak lagi menyumbang limbah domestik ke kali yang sangat dekat dengan rumahnya.

It's time to ACTION!

Setelah mendengarkan penjelasan dari berbagai narasumber tentang kondisi jamban dan sanitasi yang aman, Ika menegaskan kepada partisipan yang hadir untuk ACTION sekarang juga! "Mulailah menjadi tetangga yang baik, blogger yang baik, yang bisa memulai hidup sehat dengan jamban sehat dan sanitasi aman. Selanjutnya ajak tetangga, kerabat, juga anggota keluarga lainnya untuk melakukan hal yang sama", terang Ika.

ACTION apa saja yang bisa kita buat untuk jamban sehat dan sanitasi aman?

  1. Sediakan jamban di dalam rumah. Jika tidak ada ruang yang cukup untuk jamban di dalam rumah, penduduk bisa membuat jamban komunal. Artinya, satu jamban bisa digunakan untuk beberapa kepala keluarga.
  2. Tidak mengalirkan limbah domestik secara langsung ke sungai atau kali. Akan tetapi, buatlah tangki septik dengan Standar Nasional Indonesia (kedap air, memiliki kapasitas 200 liter untuk 5 jiwa dalam satu rumah, memiliki lubang kontrol dan ventilasi, tersedia pipa masuk dann keluar).
  3. Menguras tangki septik 2-3 tahun sekali ke Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT).
  4. Mencuci tangan dengan air dan sabun hingga bersih.
Foto bersama blogger/vlogger Bloggercrony dengan USAID IUWASH PLUS.

17 komentar

  1. Ada yang bilang kalau mau menilai tentang pola hidup sehat dan kebersihan suatu keluarga lihat saja dari kondisi jambannya. Jamban sehat itu emang wajib ya. Kebersihannya harus kita jaga

    BalasHapus
  2. Di Jakarta Masih ada yg BAB pakai kresek? Berbahaya ya. Pemerintah Memang harus sediakan sarana umum yg layak Dan masyarakat Di beri penyuluhanntentang penting ya sanitasi aman

    BalasHapus
  3. Aku jadi ingat waktu kemarin ke Banjarmasin ke Lokbaintan, melihat warga yang hidup dari Sungai Barito. Semua dilakukan di sana baik mandi, cuci, kakus, dan air untuk kehidupan sehari-hari didapat dari sungai. Mereka tidak ada yang punya septic tank..

    BalasHapus
  4. Menguras tangki septik ini ternyata ada triknya gak boleh sampai habis ya. Jadi mengingat juga nih untuk kita biar selalu ingat untuk tangkinya dibersihkan.

    BalasHapus
  5. Wah iya, acaranya berfaedah sekali ini. Masalah jamban tuh keliatan enggak penting ya, padahal penting banget. Aku belum ngitung jarak septic tank ke sumber air, kayaknya ada deh 10 meter karena panjang rumah aku 12 meter, tapi enggak tau septic tank tetangga, huhu

    BalasHapus
  6. aku juga udah tau tentang fungsi dan manfaat jamban ini jadi someday aku mau bangun rumah pasti jamban yang jadi hal pertama aku minta ke tukang bangunan untuk dikerjakan, barulah bagian rumah lainnya. Jijik bgt ya masih banyak org kota yang buang hajat sembarangan, apalagi masyarakat di pedesaan hiks :(

    BalasHapus
  7. Wah baru tau Jakarta berpredikat sanitasi terbaik kedua ada di Jakarta. Patut dipertahankan nih dengan perbaikan sanitasi yang meluas ya Kak. Ngga bisa dianggap remeh emang soal sanitasi ini.

    BalasHapus
  8. Jamban merupakan hal vital yang ada di dalam rumah ya mbak. Jadi kualitasnya harus benar-benar diperhatikan. Semoga masyarakat kita semakin aware dengan hal hal seperti ini ya mbak

    BalasHapus
  9. Postingan ini membuka wawasan aku kalau penting banget ya aware sama jamban. Selama ini ga pernah mikir sih tuh ujung2 nya dibuang kemana.

    BalasHapus
  10. Penting sekali ya memang urusan "belakang" ini meskipun seringkali dianggap sepele. Padahal kalau sanitasi terjaga sebagaimana mestinya, dari segi kesehatan juga bagus, ya. Semoga makin tersedia sarana yang memadai dan juga semakin meningkat kesadaran masyarakat kita agar sanitasi semakin terjaga dengan baik.

    BalasHapus
  11. Serem juga ya kambing makan kotoran manusia, terus kambingnya di makan sama manusia. Huhuhu
    Nah, sebetulnya apa yang dilakukan oleh manusia dampaknya akan kembali ke manusia itu sendiri. Sosialisasi sanitasi harus merata supaya masyarakat pada melek pentingnya sanitasi

    BalasHapus
    Balasan
    1. betuuuul. tapi yang namanya perubahan perilaku nggak gampang. karena kita membenarkan yang biasa, bukan membiasakan yang benar. Hehehe

      Hapus
  12. Pertemuan yang keren dan ndanging banget ya ini mba soal sanitasi keadaan rumah biar aman
    aku pengen juga nih, soal jamban yang meluber ini bahaya juga ya Mba. Harus hati-hati dan waspada
    Ternyata sharing gitu juga bisa ya beberapa anggota keluarga

    BalasHapus
  13. Alhamdulillah septic tank dilingkunganku udah pake biotech, lebih ramah lingkungan sih smga kedepannya banyak perumahan yg beralih pake itu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waah ilmu baru nih. aku belum tau tuh kak biotech untuk tangki septik. Harus gugling dl

      Hapus
  14. Wahahah baru tahu kalau jogja masuk kategorinya jugaa nomer satu lagi.. wuehehe.. Kalau yang sedot sedot itu mereka buangnya kemana yaa, kan ada tuh yang bersihin tempat penampungannya, apakah di produksi ulang atau dibuang kesuatu lokasi tertentu yaa ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalau yang sedot WC dari pemerintah, mereka ada tempat khusus untuk mengolah limbah domestik emnjadi energi baru. Di Jakarta sendiri letaknya di Setiabudi dan satu lagi yang kulupa daerahnya. Kalau yang swasta, kmrn dari PAL Jaya bilang, ga tau dibuangnya kemana.

      Hapus

Terima kasih sudah berkomentar dengan sopan :)