Gimana dengan puasanya, Mams? Lancar? Nggak kerasa kita udah berada di penghujung bulan Mei, artinya sebentar lagi kaum muslim akan merayakan Hari Raya Idul Fitri. Nah, kalau selama bulan Mei umat muslim diajak menahan hawa nafsu melalui puasa di bulan Ramadan, kira-kira saat lebaran nanti apakah ujian hawa nafsu tetap tak tergoyahkan, terutama soal pangan? Apakah Hari Raya Lebaran akan mengakibatkan badan ikut lebaran (read: melebar, bertambah berat badan) dan peningkatan tekanan juga gula darah? Uwuwuuw, ngeri! Jangan sampai!
Ada idiom yang mengatakan, you are what you eat. Kalau dipikir-pikir, yaa ada benarnya juga si Mam. Apa yang kita konsumsi untuk tubuh, itulah yang muncul dalam tubuh kita. Kalau kita mengonsumsi makanan gizi seimbang disertai aktivitas dan istirahat yang cukup, niscaya badan kita sehat. Akan tetapi bagaimana jika keadaan berbalik? Tidak mengatur pola makan, merokok, malas olahraga dan beraktivitas, sering begadang, yaa Mamah bisa tebak deh jangka panjangnya buat tubuh.
So, berkaitan dengan pola makan dan gaya hidup, tahu nggak si para Mama kalau selama Mei-Juni 2019 ada yang namanya kampanye “Bulan Pengukuran Tekanan Darah”? Wets, emang capres cawapres doang yang berkampanye? Kegiatan positif lainnya juga harus dikampanyekan, apalagi menyangkut produktivitas dan hajat hidup orang banyak macem tekanan darah gini.
Mengapa Kita Harus Tahu Angka TekananDarah?
Kenapa si ada kampanye “Bulan Pengukuran Tekanan Darah”? Jadi tuh, setiap tanggal 17 Mei diperingati sebagai Hari Hipertensi Sedunia (World Hypertension Day). Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan di mana tekanan darah sistolik >140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik >90 mmHg.
Kalau udah sampe taraf dunia memberikan perhatian berupa tanggal perayaan, berarti udah gawat banget yang namanya kasus hipertensi. Sebenarnya ini bukan perayaan hore-hore gitu juga. Lebih kepada peningkatan awareness masyarakat dunia.
Faktanya, data World Health Organization (WHO) tahun 2015 menunjukkan, sekitar 1,3 miliyar orang di dunia menyandang hipertensi. Artinya, 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis hipertensi. Jumlah ini terus meningkat setiap tahunnya.
Institute for Health Metric and Evaluation (IHME) tahun 2017 menyatakan, dari 53,3 juta kematian di dunia didapatkan penyebab kematian akibat penyakit kardiovaskuler (penyakit jantung dan pemuluuh darah) sebesar 33,1%, kanker (16,7%), diabetes mellitus dan gangguan endokrin (6%), dan infeksi saluran napas bawah sebesar 4,8%.
Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), prevalensi (jumlah atau cakupan) penderita hipertensi juga meningkat dari 25,8% (2013) ke 34,1% (tahun 2018), diukur pada penduduk usia > 18 tahun. Menunjang data Riskesdas, data dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menyebutkan biaya pelayanan hipetensi meningkat dari tahun ke tahun hingga mencapai Rp 3 T pada tahun 2018. Wow banget, kan!
Serupa dengan tahun sebelumnya, tema peringatan Hari Hipertensi Sedunia tahun 2019 adalah “Know Your Number, Kendalikan Tekanan Darahmu dengan CERDIK”. Kampanye yang diprakarsai oleh Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) ini bertujuan agar masyarakat memberi perhatian lebih sama tekanan darah yang bisa menjadi pengantar timbulnya penyakit hipertensi.
Hipertensi bisa dicegah dan diobati, lho! Makannya rajin-rajin cek tekanan darah. Paling nggak sebulan sekalilah. Kalau mau gratis, Mama bisa datang ke Posbindu atau fasilitas kesehatan milik pemerintah lainnya atau numpang diukur sama sekelompok mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang lagi ngetem di Gelora Bung Karno. Kalau mau rada modal, yaa beli aja alat pengukur tekanan darah yang memiliki ketepatan pengukuran paling riil.
Faktor Risiko dan Penyebab Hipertensi
Nggak nyangka kan ternyata hipertensi menjadi salah satu penyakit tidak menular yang menjadi perhatian dunia? Saya pun teringat cerita abang saya beberapa hari lalu. Teman kerjanya seketika meninggal di kantor karena serangan jantung (sudden death).
Padahal, usinya baru menginjak 32 tahun. Almarhum ini meninggalkan seorang isteri dan dua anaknya yang masih balita. Duh, hati saya langsung miris membayangkan isterinya yang dalam sekejap berubah status menjadi single parent. Perjungan membesarkan dua orang anak yang masih panjang langkahnya. Jadi, seperti apa hipertensi itu. Mareee kita kenali factor risiko dan penyebabnya! Semoga isa menjadi pembelajaran bersama.
Secara teori, sesuai dengan penjelasan dr. Lusiani, SpPD, K-KV, FINASIM (Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia) dalam Media Briefing Hari Hipertensi Sedunia 2019 di Kementerian Kesehatan RI, Jumat (17 Mei 2019) pekan lalu, ada dua faktor risiko hipertensi:
- Faktor risiko yang tidak dapat diubah, melekat pada penderita, seperti usia, jenis kelamin, dan genetik. Semakin bertambah usia seseorang, faktor terkena hipertensi juga meningkat. Perempuan leih berisiko mengalami tekanan darah tinggi. Bila keturunanmu membawa gen hipertensi, maka waspadalah!
- Faktor risiko yang dapat diubah dengan perilaku (gaya hidup sehat), seperti perokok, diet rendah serat, konsumsi garam berlebih, kurang aktivitas fisik, berat badan berlebih (gemuk), konsumsi alkohol, dyslipidemia, dan stress.
Sementara itu, penyebab hipertensi juga dibagi menjadi 2:
- Hipertensi essential atau permanen, artinya tidak diketahui penyebabnya.
- Hipertensi sekunder yang penyebabnya dapat ditentukan oleh netizen lain di hari itu juga, seperti karena kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme).
Hipertensi Bukan Sembarang Hipertensi
Jangan salah mendiagnosa juga tentang hipertensi nih, Mams. Untuk menegakkan diagnosis hipertensi dilakukan pengukuran darah minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu. Jadi misalkan Mama terbiasa hipotensi (tekanan darah rendah), trus begitu mama ukur tekanan darahnya tetiba melonjak sampai 140/90 mmHg. Yaa belum tentu mama penderita hipertensi juga. Ada baiknya Mama ulangi lagi pemeriksaan di minggu berikutnya.
Selain soal angka, langkah-langkah dan kondisi pengukuran tekanan darah juga harus diperhatikan untuk mnedapatkan hasil yang akurat, di antaranya:
- Jangan mengukur tekanan darah sesaat setelah Mama bekerja berat atau beraktivitas ata bergadang. Pasti hasil pengukurannya tinggi.
- Ukurlah tekanan darah dengan posisi duduk santai, kedua kaki menyentuh bumi dengan sempurna.
- Perhatikan penggunaan alat. Pakai sfigmomanometer (alat ukur tekanan darah) yang manual ataupun digital, melingkar di lengan. Tidak disarankan menggunkan alat yang melingkar di pergelangan tangan ataupun jari.
Hipertensi Si Silent Killer Disease
Sama halnya dengan berbagai jenis penyakit tidak menular lainnya seperti kanker, diabetes mellitus, penyakit-penyakit kardiovaskular ini juga dikenal dengan the silent killer. Mereka kerap muncul tanpa keluhan, sehingga penderita tidak mengetahui dirinya menyandang hipertensi. Gawatnya lagi, penderita baru tahu setelah terjadi komplikasi. Banyak lho kasus yang tekanan darahnya mencapai 160 mmHg tapi dirinya nggak berasa pusing atau otot tegang. Semoga keluarga kita terhindar, ya Mams!
Kerusakan organ target akibat komplikasi hipertensi bergantung kepada besarnya peningkatan daran dan lamanya konsisi tekakan darah yang tidak terdiagnosisi dan tidak diobati. Organ-organ tubuh yang mnejadi tergat kerusakan dari hipertensi antara lain otak, mata, jantung, ginjal, bisa juga pembuluh darah arteri dan perifer.
Pengendalian Hipertensi
Nah, ini yang nggak kalah pentingnya. Upaya apa yang bisa kita lakukan untuk mencegah terjadinya hipertensi? Trus kalau ada saudara yang terdiagnosis sebagai penderita hipertensi, apa yang harus dilakukan?
Lakukan CERDIK agar kita terhindar dari yang namanya hipertensi. CERDIK merupakan kepanjangan dari Cek kesehatan berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin akvitas fisik, Diet sehat dengan kalori seimbang, Istirahat yang cukup, Kelola stres. Gampang kan? Gampang ASAL niat dilakukan. Hwehehehe.
Nah, kalau ada saudara atau kerabat kita yang terkena hipertensi, apa yang bisa kita lakukan? Tentunya kita harus mendukung program diet sehat mereka untuk menurunkan tekanan darah dengan cara tidak menyediakan garam di meja, hindari makanan asin, makanan cepat saji, makanan kaleng, dan bumbu penyedap makanan/vetsin. Lalu, ingatkan mereka untuk periksa secara berkala tekanan darah, gula darah, dan urin. Hasil pemeriksaannya ini harus dicatat agar dapat termonitor dengan baik. Ingatkan juga mereka untuk minum obat secara teratur, sesuai instruksi dokter.
Soal minum obat pengendali tekanan darah nih, ya kata dr. Cut Putri Arianie, MHKes (Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular), masih banyak penderita yang tidak mau mengonsumsi obat darah tinggi. Padahal, kalau udah kena hipertensi wajib minum obat setiap hari lho, sesuai anjuran dokter.
Lanjutan dari hasil Riskesdas 2018 dimana prevalensi hipertensi sebesar 34,1% diketahui, sebesar 8,8% terdiagnosis hipertensi dan 1,3% orang yang terdiagnosis hipertensi tidak minum obat serta 32,3% tidak rutin minum obat. Hal ini menunjukkan, sebagaian besar penderita tidak mengetahui bahwa dirinya hipertensi, sehingga tidak mendapatkan pengobatan. Adapun banyak lagi alasan para penderita tidak mengonsumsi obat, mulai dari merasa sehat, kunjungan ke pelayanan kesehatan yang tidak teratur, lupa, hingga tidak mampu membeli obat.
Dimulai dari puasa nih, Mams di mana kita menahan hawa nafsu untuk brutal konsumsi makanan, yuk lanjutin deh ke fase di bulan berikutnya! Hindari gorengan, cokelat, minuman berkalori tinggi, juga pesan-pesan makanan lewat office boy atau taksi online. Ingat CERDIK untuk tekanan darah normal!
Nah, kalau ada saudara atau kerabat kita yang terkena hipertensi, apa yang bisa kita lakukan? Tentunya kita harus mendukung program diet sehat mereka untuk menurunkan tekanan darah dengan cara tidak menyediakan garam di meja, hindari makanan asin, makanan cepat saji, makanan kaleng, dan bumbu penyedap makanan/vetsin. Lalu, ingatkan mereka untuk periksa secara berkala tekanan darah, gula darah, dan urin. Hasil pemeriksaannya ini harus dicatat agar dapat termonitor dengan baik. Ingatkan juga mereka untuk minum obat secara teratur, sesuai instruksi dokter.
Soal minum obat pengendali tekanan darah nih, ya kata dr. Cut Putri Arianie, MHKes (Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular), masih banyak penderita yang tidak mau mengonsumsi obat darah tinggi. Padahal, kalau udah kena hipertensi wajib minum obat setiap hari lho, sesuai anjuran dokter.
Lanjutan dari hasil Riskesdas 2018 dimana prevalensi hipertensi sebesar 34,1% diketahui, sebesar 8,8% terdiagnosis hipertensi dan 1,3% orang yang terdiagnosis hipertensi tidak minum obat serta 32,3% tidak rutin minum obat. Hal ini menunjukkan, sebagaian besar penderita tidak mengetahui bahwa dirinya hipertensi, sehingga tidak mendapatkan pengobatan. Adapun banyak lagi alasan para penderita tidak mengonsumsi obat, mulai dari merasa sehat, kunjungan ke pelayanan kesehatan yang tidak teratur, lupa, hingga tidak mampu membeli obat.
Dimulai dari puasa nih, Mams di mana kita menahan hawa nafsu untuk brutal konsumsi makanan, yuk lanjutin deh ke fase di bulan berikutnya! Hindari gorengan, cokelat, minuman berkalori tinggi, juga pesan-pesan makanan lewat office boy atau taksi online. Ingat CERDIK untuk tekanan darah normal!
Tidak ada komentar
Terima kasih sudah berkomentar dengan sopan :)