Sensasi Melihat Matahari Terbit di Pananjakan Bromo

Asaalaamu'alaikum..

Apa yang dicari dari para traveller saat bepergian ke pegunungan? Yup, apalagi kalau bukan menikmati momen terbitnya matahari alias sunrise. Ada kepuasan tersendiri rasanya bisa melihat dengan mata sejajar detik-detik matahari menampakkan sinarnya ke bumi, apalagi didukung oleh cuaca yang cerah. Dari linimasa Instagram manteman yang tracking ke gunung, ya Alloh indah nian ciptaanMu. Karena penasaran sama sensasi matahari terbit itu, kuputuskan buat ambil momen tersebut saat liburan ke Bromo. Tebak hayooo, dapet nggak nih gue view sunrise-nya? Atau justru kehalang kabut akibat cuaca mendung?



Sensasi Melihat Matahari Terbit di Pananjakan Bromo

Berlibur ke Bromo udah jadi cita-cita ejkeh dari pas kuliah, sekitar sepuluh tahun yang lalu. Dulu pas kuliah tuh lagi hits banget Bromo, Pulau Sempu, dan destinasi sekitarnya di Malang. Tapi saya berani nggak berani gitu sebenarnya buat mewujudkan. Hahaah. Berat di ongkos booook! Maklum, anak kuliahan yang uang jajannya ngepas. Pas kerja, lagi sibuk ngumpulin duit, eeeh udah diajak nikah sama bapaknya riyadh. Wkwkwkw tjurhat :p

Alhamdulillaah-nya mimpi liburan ke Bromo itu tercapai saat nikah dan beranak satu. Juli 2018 lalu kita pergi ke Bromo. Ofkooors ku tak kan melewatkan kesempatan melihat sunrise di Bromo. Udah jauh-jauh coooy perjalanan. Mari dimaksilkan!

Ada banyak kabupaten pilihan untuk masuk ke Bromo: Malang, Pasuruan, dan Lumajang. Saat itu kami memilih masuk dari arah Pasuruan. Untuk masuk ke area wisata Bromo, kita harus sewa jeep atau motor cross. Kalau buat family trip si enaknya pake jeep ya. Trus di mana tempat sewanya? Mama bisa aja searching by Instagram #sewajeepbromo atau tanya langsung ke tempat penginapan bila Mama menyewa homestay. Mereka pasti punya jaringan penyewaan jeep.

Deretan segelintir jeep di padang savanah Bromo.

Kalau kami langsung dari mamang-mamang yang punya homestay. Tarif per jeep dikenakan sekitar Rp 800 ribu per enam orang untuk empat destinasi: Sunrise Pananjakan, Padang Savanah, Pura Luhur, dan Pasir Berbisik. Harga sudah termasuk jasa sopir. Harga jeep bervariasi, tergantung berapa destinasi yang dicapai. Kalau jumlah anggota keluarga nggak sampai enam orang, Mama bisa bergabung dengan penumpang lainnya untuk mencukupi.

Pukul 3 pagi kami sudah bersiap-siap. Mang Anto, sebut saja demikian nama yang punya homestay mengatakan, pukul 3.30 WIB kita akan berangkat ke Bukit Cinta untuk melihat sunrise di Bromo (Sunrise Pananjakan). Walau sunrise terjadi pukul 05.00 WIB, kami harus mengantisipasi kemacetan. Iya, macet. Macet dan antre saat pintu masuk ke area Bromo. Belum lagi kalau soal parkiran. Makin siang berangkatnya, makin jauh jarak parkir dari Bukit Cinta.

Empat orang dewasa, tiga anak-anak, dan satu bayi masuk ke dalam jeep. Jaket, cupluk, dan sarung tangan sudah on set. Sejauh perjalanan sungguhlah gelap. Pencahayaan hanya berasal dari lampu sorot mobil. Sementara angin semriwing dari luar menusuk tulangku, masuk dari celah-celah jendela jeep yang kami buka sedikit.

Benar saja, banyak banget jeep yang melintas menuju Bukit Cinta. Dengan berbagai warna dan tipe, mereka antre masuk ke area wisata Gunung Bomo. Kata Pak Hadi, nama supir jeep kami, diperkirakan ada 300 jeep yang turun saat ini. Bahkan, kalau tahun baru bisa mencapai ribuan jeep yang turun dari berbagai jalur kabupaten. Waaah Bromo udah seperti diserang jeep kayaknya, neh!

Pemandangan persisi di bawah kaki Bukit Cinta. See, banyak jeep dan wisatawan yang berkunjung.

Pak Hadi menurunkan kami di tengah jalan karena parkiran jeep mulai penuh. Entah berapa lama dan kilometer lagi harus ditempuh ke Bukit Cinta, kami putuskan sewa ojek. Selain kebutaan geografis, kami berpikir daripada tenaga habis dipakai untuk sampai di kaki Bukit Cinta, mending ngojek aja. Maklum perut kosong, jalanan nanjak pula! Belum harus nanjak ratusan tangga lagi untuk sampai di puncak Bukit Cinta. Tjuslah ngengengggg! Oiya biaya ojeknya Rp 25.000 per orang. Satu motor bisa dinaiki 3 orang, termasuk sopir. Jangan lupa juga hafalakan nomer polisi monil jeep nya. Jadi, kalian tidak tersesat selepas eksplorasi Sunrise Pananjakan.

Sampailah kami di kaki Bukit Cinta. Senter smartphone kami nyalakan untuk penerang jalan saat menaiki tangga Bukit Cinta. Waduuuhh beneran udah banyak banget orang di sini! Macem semutttt. Yang di warung-warung, di jalanan, di tangga, dan di bukit pun penuh wisatawan yang ingin menyaksikan sunrise di Gunung Bromo. Khusus yang di bukit, mereka rela tidur-tiduran sambil berselimut sambil nunggu sunrise. Aselik, dingin banget! Walau bukan musim salju, kita ngomong keluar asap lho dari mulut. Ahh dinginlah pokoknya!

Si bayik (keponakan saya) yang baru usia tujuh bulan nangis kedinginan. Mamanya bayi yang juga kakak saya memutuskan untuk turun dan menghangatkan diri di warung-warung pinggir Bukit Cinta. Lalu, disusul oleh kaka ipar dan sema keponakan. Sementara saya duduk di pinggiran tangga, masih menunggu detik-detik munculnya matahari.

Lautan wisatawan yang sudah siap menikmati matahari terbit di Pananjakan Bromo

Melihat jam, waktu sudah menunjukkan pukul 05.00 WIB. Puncak Bukit Cinta makin ramai. Angin gunung terus berhembus membuat tubuh saya menggigil sempurna. Di sisi laiin, saya harus melepas sarung tangan untuk mengoperasikan smartphone. Kalau tangan pakai sarung tangan, layar smartphone nggak bekerja. Ya tuhaaan, dingin banget padahal!

Baiklah, kamera smartphone on set merekam detik-detik sunrise. Kuambil video mengelilingi bukit cinta. Apa yang terjadi sodara-sodara? Ku tak mendapat view-nya. Huhuhuhu. Pagi itu mendung, kehalang kabut. Jadi yaa hanya warna-warna gradasi biru aja yang kudapat diselingi guratan orange. Hiks!

Sunrise di Pananjakan Bromo saat saya berkunjung. Walau gagal, yaa nggak apalah. Tetep keren lukisan alam Yang Maha Pencipta.

Gagal melihat sunrise nggak membuat saya patah hati, donk. Saya larut dalam lukisan keagungan Yang Maha Kuasa. Bener-bener lah serasa melihat lukisan Gunung Bromo dalam  media dua dimensi. Bedanya ini saya lihat langsung walau tidak bisa memegangnya secara langsung. Pada saat libur lebaran yang lalu, banyak sekali muda-mudi wisatawan yang berswa foto di atas Bukit Cinta. Saya bertemu dengan rombongan dari Kampung Inggris, Parepare. Ya sudahlah, nggak bawa tongsis, sok kene sok dekat (SKSD) aja sama dedek-dedek biar saya bisa difotoin juga. Hihihihiii :p

Mission accomplished! Bisa sampai di Puncak Bukit Cinta melihat matahari terbit.

Puas dengan panorama Gunung Bromo di Sunrise Pananjakan, saya putuskan untuk menyusul kakak dan abang ipar saya di warung. Mereka sudah menyantap gorengan, minum teh hangat, kopi, dan aneka snack lainnya. Di bawah warung kopi terdapat WC dan juga musholla darurat. Sholat subuhlah saya di sana dengan merogoh kocek Rp 2.000. Jangan tanya airnyaaaa. Dingin beut!

Perut kenyang, eksplorasi Gunung Bromo kami lanjutkan. Destinasi selanjutnya Padang Savanah. Nah, kebetulan pada saat ke sini, padangnya nggak sehijau biasanya. Katanya akibat kemarau berkepanjangan. Jadi warnanya cenderung coklat untuk di kaki-kakinya. Kayak rumput habis dibakar gitu. Kalau di bagian puncak bukitnya si tetap hijau seger.

Waktu menunjukkan pukul 07.00 WIB. Matahari pun sudah beranjak tinggi. Seger banget cuacanya. Nggak panas, tapi juga nggak dingin. Kalau kalian ke sini dengan pakaian yang oke alias dress up, kece banget buat pepotoan. Oh ya, di sekitar padang savanah juga ada tukang jajanan macem cilok dan bakso. Jadi, siapapun yang lapar, bisa nih melipir buat jajan ASAL tidak membuang sampah sembarangan.

Kalau dress up, Bromo kece banget lho buat tempat pepotoan.

Puas di Padang Savanah, kami pindah ke Pura Luhur. Di Pura Luhur inilah latak kawah Gunung Bromo. Sayangnya, rombongan saya nggak mau jalan jauh ke kawahnya. FYI, karena Gunung Bromo masih termasuk gunung berapi aktif, pemerintah setempat memberi batas-batas agar para kendaraan tidak dekat-dekat dengan gunung. Hal ini disebabkan bisa memicu aktivitas gunung untuk mengeluarkan lava dan meletus.

Jadi, kalau mau ke Pura Luhur, Gunung Bromo, wisatawan bisa jalan kaki bulak-balik selama satu jam. Dari Pura, wisatawan naik tangga lagi untuk sampai ke Kawah Gunung Bromo. Bisa juga mamah menaiki kuda ke kaki kawah gunung. Nanti tinggal naik tangga aja untuk ke kawahnya. Ada yang bilang, si jangan dibayar dulu mas-mas pemilik kudanya. Kalau kita lagi di atas bisa ditinggal. Wkwkwk.

Karena kami sekadar lewat di Pura Luhur, destinasi terakhir ke Pasir Berbisik. Destinasi wisata yang terkenal sejak film yang dibintangi Christine Hakim ini memang terdiri dari hamparan pasir yang sangat luas. Pasirnya warna hitam, teksturnya ku sendiri nggak menyentuhnya, si. Heheheh. Tapi yaah bener-bener fresh menghabiskan waktu di lokasi Gunung Bromo. Lagi-lagi seperti lukisan alam. Keindahannya nggak cukup dilukiskan dengan kata-kata dan tidak butuh waktu hingga satu hari untuk bisa ekpslor.

Sesaat sebelum kembali ke tempat penginapan.

Tips Berwisata ke Gunung Bromo


Trus buat yang mau ke Gunung Bromo, apa aja nih tipsnya supaya enjoy saat eksplor Bromo? Kukasih tips ya buat mama papa yang mau wisata ke Gunung Bromo.

1. Pahami jalur wisata yang dituju

Yess, ini penting banget untuk memperkirakan kapan Mama dan keluarga akan tiba di kawasan wisata Gunung Bromo. Kalau naik pesawat, mamah bisa pesan tiket dengan tujuan ke Malang. Jalur darat, mama bisa naik mobil pribadi ataupun kereta.

Kalau untuk mobil pribadi bisa lebih fleksibel nih waktunya. Akan tetapi, kalau menggunakan kereta, mama harus pesan tiket kereta api dahulu, lalu hitung-hitung kapan bisa sampai di kawasan Gunung Bromo. Mama bisa naik kereta api dari Stasiun Gambir dan Pasar Senen, Jakarta ke Surabaya (Gaya Baru Malam dan Jayabay) dan ke Malang (Matarmaja, Majapahit, Bima dan Gajayana). Yaa bisalah dapet tiket promo kereta api kalau dipesan jauh-jauh hari, apalagi pesannya di Pegi-pegi. Pesannya mudah (bisa di web ataupun aplikasi), lengkap (bisa untuk booking hotel, tiket pesawat, juga kereta), banyak promo, dan no tipu-tipu.

2. Bawa pakaian dingin dan aksesorinya yang lengkap

Jaket, sarung tangan, syal, topi cupluk, sepatu, kaos kaki, sepatu, dan masker kalau perlu adalah rentetan perlengkapan yang wajib mama bawa saat berkunjung ke Gunung Bromo. Di sekitar homestay juga ada yang jualan atau menawarkan. Yaa mama pintar-pintarnya aja menawar supaya harganya rasional. Biar gimanapun lebih enak kalau sudah dipersiapkan dari awal. Kalau perlu, pakai baju berlapis-lapis untuk anak-anak, antisipasi mereka kalau nggak kuat dingin. Biasanya si justru yang  bayi yang makin kuat dingin. Hahahaa.

Ke Bukit Pananjakan membawa bayi? Siapa takut?

3. Bawa cemilan dan minum


Yess, in case kalau anak-anak lapar di tengah jalan. Biasanya anak-anak kalau lapar rada galak. Hihihii. Jadi untuk mewaraskan anggota keluarga yang sedang pergi liburan, camilan favorit jangan lupa dibawa, ya mams! Kalau mau jajan-jajan di luar, yaa sialahkan. Yang penting alat perang sudah lengkap.

4. Bawa Gendongan Bayi

Sekarang udah banyak banget jenis gendongan bayi. Pakai yang mama dan papa kuasai. Keponakanku kukasih gendongan tipe SSC carrier. Karena nggak mungkin bawa stroller, jadi mari tunjukkan kekuatan bahu dan punggung mama. Hihihihi :p

Nah, mams. Gimana? Tertarik mencoba ke Bromo sambil melihat matahari terbit? Yuk, coba wujudkan! Mumpung lagi libur akhir tahun, nih. Mau bawa bayi dan/atau anak-anak, kawasan Bromo bisa dibilang kids friendly kok. Selamat liburan!

Bromo termasuk kawasan wisata yang kids friendly. Kalau diajak ke Bromo lagi, ku tetap mau. Si Riyadh belum ke sini karena bapaknya khawatir sama kondisi Riyadh.


1 komentar

  1. Seneng ya bisa lihat matahari terbit di Bromo. Saya masih miki-mikir mba soalnya anak punya alergi dingin. Padahal pengen banget kesana. Mudahan suatu saat nanti kesampaian.

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkomentar dengan sopan :)