Imunisasi, Siapa Takut?

Assalaamu'alaikum...

Wess udah baca judul postingan saya kali ini donk! Yup, i-mu-ni-sa-si. Itu, lho hal yang masih jadi perdebatan di kalangan orangtua. Satu hal yang perlu ditekankan jika menanggapi suatu hal yang baru, open your mind. Biar nggak taklid buta gituuu. Bener-bener dikosongin gelasnya.

Sesuai dengan judul, di postingan kali ini ku mau share tentang hal-hal mendasar seputar imunisasi. Semoga melalui tulisan ini Amam Riyadh bisa membantu pemerintah untuk membangun generasi Indonesia sehat. Kesehatan, selain faktor gizi, perlindungan imunisasi juga memegang peranan penting pada era di mana virus dan bakteri telah bertransformasi sedemikian rupa dengan cepat.

Let's read postingan aku yang didapat dari Program Edukasi Kesehatan Anak untuk Orangtua (Pesat) Jakarta ke-15. Materinya dibawakan oleh dokter Arifianto, SpA, Minggu (21/9/2014), di Jakarta Design Centre. Materi lama, tapi ilmunya long lasting, yahh maaams. Siapkan cemilan untuk membaca ini karena agak panjang. Huehehe.

Imunisasi, siapa takut? Indonesia sehat melalui perlindungan imunisasi.

Apa Itu Imunisasi?


Pernahkah mama mencari arti secara harfiah apa itu imunisasi? Atau mama lebih sering mendengar kata vaksinasi? Imunisasi adalah proses membuat seseorang kebal atau imun terhadap penyakit infeksi melalui pemberian vaksin (antigen). Imunisasi atau vaksinasi memang sering dipakai bergantian untuk maksud yang sama, yakni merangsang sistem kekebalan tubuh untuk melindungi seseorang terhadap infeksi atau penyakit.

Tentang Pertahanan Tubuh

Tahukah Mama, di dalam setiap tubuh manusia ada yang namanya sistem kekebalan tubuh (imunitas). Imunitas membuat tubuh mampu mengenali adanya bahan yang berasal dari tubuh sendiri (self) dan benda asing (nonself).

Sebagian besar mikroba diidentifikasi sebagai nonself atau patogen (agen pembawa penyakit). Hal ini mengakibatkan sistem imun akan berusaha menghilangkan patogen dari tubuh. Imunitas terhadap patogen ditandai dengan adanya antibodi terhadap organisme tersebut. Antibodi merupakan protein yang diproduksi tubuh untuk menetralisir atau menghancurkan gen pembawa penyakit.

"Setiap manusia kan sudah punya antibodi sendiri. Untuk apa imunisasi? Toh begitu ada benda asing yang masuk, sistem imun langsung bereaksi untuk dihilangkan dari tubuh", begitu pernyataan yang sering ku dengar di masyarakat. Apakah benar demikian?

Mekanisme pertahanan tubuh dalam melawan patogen itu sangat kompleks. Benar, setiap manusia yang lahir memiliki imunitas alamiah. Imunitas yang langsung diberikan Sang Pencipta, seperti kulit, membran mukosa yang utuh, asam lambung, enzim pencernaan, kandungan asam lemak kulit yang bersifat bakteriostatik.

Imunitas alamiah ini akan bekerja terdepan bila patogen itu muncul. Artinya, seseorang harus sakit terlebih dahulu--kadang-kadang sakit parah--supaya antigen alamiah ini aktif dan resisten terhadap suatu infeksi.

Di lain pihak ada yang namanya imunitas buatan yang diperoleh dari imunisasi. Imunitas buatan bekerja secara spesifik terhadap suatu penyakit, tetapi tidak menyebabkan penyakit. Misalnya vaksin BCG yang berfungsi mencegah penyakit TBC. Yang namanya vaksin berarti kita memasukkan virus atau bakteri mati atau telah sangat lemah ke dalam tubuh. Tubuh kita mengenali virus/bakteri yang lemah ini dan menciptakan antibodi untuk melindungi kita dari infeksi yang akan datang.

Dengan kata lain, kita mengelabui tubuh kita dengan berpikir kita sudah memiliki penyakit. Jadi, begitu bakteri Mycobacterium tubercolusis masuk dalam tubuh, komplemen yang terdapat di vaskin BCG langsung bertindak untuk menghalau.

Gambar sistem kekebalan tubuh pada manusia. 

Bagaimana Cara Kerja Vaksin?

Sistem imun bertugas melindungi tubuh dari patogen. Vaksin bekerja dengan meniru patogen dan menstimulasi sistem imun untuk membangun pertahanan terhadap agen penyebab penyakti tersebut.

Patogen mengandung molekul yang disebut antigen yang dapat memicu renspons imun spesifik. Vaksinasi memaparkan tubuh terhadap antigen yang serupa dengan antigen yang ditemukan pada patogen. Dengan memposisikan sebagai patogen spesifik, vaksin merangsang sistem imun untuk berespons secara cepat dan kuat jika  tubuh dumasuki patogen di masa mendatang.

Vaksin menimbulkan efek perlindungan dengan cara imunisasi aktif dan  menimbulkan emmori imunologi. Memori imunologi membuat sistem imun dapat mengenali dan berespons cepat terhadap paparan infeksi alamiah di kemudian hari, sehingga mencegah atau modifikasi penyakit.

Imunitas Populasi

Nah, mam. Sampai di sini, semoga udah lebih jelas ya tentang imunisasi. Apa dan bagaimana system imun dalam tubuh kita bekerja untuk mengeliminasi benda asing.

“Ahh, anak ibu A dikasih vaksin flu tetap aja dia kena flu juga”, begitu keluhan yang kudengar dari mama tetangga.

Mam, tujuan utama vaksin adalah melindungi orang yang menerima vaksin. Si A divaksin, yaa keuntungannya untuk si A. Supaya antibodi virusnya aktif menghalau antigen penyakit.  Orang yang mendapat vaksin kecil kemungkinannya menjadi sumber infeksi bagi orang lain. Hal demikian mengurangi risiko bagi individu yang tidak vaksin untuk terkena sakit. Karena itu, orang yang tidak mendapat vaksin juga mendapat manfaat dari program vaksin. Konsep ini disebut sebagai imunitas populasi (herd imunity).

Konsep imunitas populasi atau herd imunity. Pada gambar sebelah kiri, ada 13 orang sehat tidak bervaksin, 3 orang sehat bervaksin, dan satu orang sakit infeksi. Karena pada populasi kiri jumlah orang sehat tidak bervaksin lebih banyak ketimbang populasi orang sehat bervaksin dan sakit, yang sehat tak bervaksin ini lebih mudah  mudah bertransformasi menjadi penderita. Kebalikannya dari gambar kanan, orang sehat bervaksin terlihat lebih banyak di gambar kiri. Begitu ada satu penderita di populasi tersebut, lainnya tetap sehat berdiri karena sudah memiliki resistensi sendiri. (dok. Skeptical Raptor)


Jika cakupan vaksin cukup tinggi untuk menimbulkan imunitas populasi dalam kadar tinggi, infeksi dapat dihilangkan dari Negara tersebut. Akan tetapi, jika cakupan vaksinasi tidak dipertahankan, sangat mungkin penyakit tersebut timbul kembali.

Contohnya penyakit difteri yang belum lama ini menjadi kejadian luar biasa (KLB) di beberapa daerah di Indonesia. Dari …. Diketahui, vaksin difteri pada daerah yang menjadi KLB memiliki cakupan yang rendah. Bisa saja, pasien difteri ini tidak pernah diimunisasi difteri dari semenjak lahir. Bisa juga vaksinnya belum lengkap. Vaksin difteri (DPT) biasanya membutuhkan beberapa suntikan sebagai dosis primer. Terkadang memerlukan dosis ulangan agar dapat membentuk kekebalan yang lebih lama pada manusia. Pun begitu terhadap vaksin kolera, meningitis, pneumo, HIB, influenza, hepatitis A dan B.

Efek Samping Imunisasi

Efek samping yang dialami individu setelah vaksin biasanya problem ringan dan bersifat sementara, seperti kemerahan, bengkak atau nyeri pada tempat suntikan, hingga demam.  Demam dan nyeri yang timbul ini dapat diobati dengan pemberian parasetamol.

“Anak ibu A seketika mundur tumbuh kembangnya setelah mendapat vaksin MMR”, cerita pengemudi ojek online yang pernah saya temui.

Mam, sekarang zaman sudah canggih. Mama boleh mencari di mesin pencari, sejarah telah membuktikan keberhasilan vaksin dalam menekan jumlah kesakitan terhadap suatu penyakit. Pada tahun 1979, organisaasi kesehatan dunia (WHO) mengumumkan keberhasilan 10 tahun program pemberantasan cacar yang telah dimulasi pada tahun 1967.

Bahkan, di Indonesia sendiri sudah berani mengklaim bebas polio pada 27 Maret 2014. Ini dikarenakan pemerintah menggalakkan imunisasi polio di seluruh daerah Indonesia. Yang mana sih imunisasi polio? Itu, lho Ma satu-satnya vaksin yang metode pemberiannya dengan cara ditetesi.

Sebelum vaksin disebarluaskan, tentu ada prosedur yang harus didahului sebelum dinyatakan "oke, vaksin ini ampuh". Bahkan, uji klinis vaksin ini bisa mencapai 10 tahun. Selama waktu tersebut, vaksin mengalami tiga kali tahap uji klinis. Pada saat vaksin disebarluaskan pun tetap mendapat kontrol penuh terhadap keamanan vaksin. Adapun badan pengawasan keamanan vaksin ini berasal dari Amerika Serikat yang bernama Food and Drug Administration (FDA) dan Centre for Disease Control dan Prevention (CDC).

Pada kondisi lain, ada kondisi yang mengharuskan individu menunda atau tidak memberikan imunisasi. Akan tetapi, populasinya sangat kecil. Secara umum, jika anak sedang demam atau memiliki alergi berat terhadap sutau hal, dokter akan menunda atau bahkan tidak memberikan imunisasi. Oleh karenanya, kita sebagai pasien juga harus detail dan cerdas. Kita ceritakan riwayat kesehatan anak atau diri kita kepada dokter sebelum divaksi agar di kemudian hari tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Kalaupun terjadi kasus ejadian ikutan setelah pemberian imunisasi, orangtua harus segera melapor kepada rumah sakit atau pelayanan kesehatan milik pemerintah untuk ditangani lebih serius.

Mengapa Jadwal Imunisasi Berbeda-beda?

Mam, menurut saya mikroba masa kini bertransformasi sedemikian rupa untuk menimbulkan penyakit. Oleh karena itu, jika disesuaikan dengan intake (asupan) dalam tubuh, kita tidak hanya butuh makanan bergizi. Imunisasi juga dibutuhkan dalam menghalau benda asing (patogen).
Sering pula saya mendengar, "Kok imunisasi sekarang macem-macem ya? Dulu gue nggak diimunisasi, tapi sampai sekarang baik-baik aja." Atau kebalikannya, "Kok sekarang nggak ada imunisasi cacar? Padahal zaman saya kecil diwajibkan."
Memang tidak ada jaminan 100 persen individu yang diimunisaasi tidak akan terkena infeksi penyakit tersebut sama sekali. Kalaupun terkena, ia tidak akan sampai mengalami sakit yang berat.

Sebagai gambaran nyata, sekitar tahun 1960-an, Indonesia dan seluruh dunia melakukan imunisasi cacar. Mungkin para ibunya mama masih ingat akan imunisasi penyakit ini. Namun, sejak tahun 1980-an imunisasi jenis ini tidak lagi diberikan karena penyakit ini telah berhasil dimusnahkan.

Jadwal Imunisasi Anak Usia 0-18 Tahun Berdasarkan Rekomendasi IDAI Tahun 2017.

Berbeda halnya dengan hepatitis B yang kini menjadi imunisasi wajib dari pemerintah. Beberapa jam bayi setelah lahir saja sudah harus diberikan vaksin Hep B. Bahkan, kini orang dewasa yang sewaktu kecil belum pernah diimunisasi Hepatitis B dianjurkan untuk segera diimunisasi.

Pun begitu saat mama hendak bepergian ke Arab Saudi. Di sana vaksin meningitis diwajibkan karena merupaan wilayah endemis. Kita orang Indonesia yang hendak berangkat umroh, haji, ataupun traveling ke Arab Saudi diwajibkan melakukan vaksin meningitis terlebih dahulu untuk memperoleh visa. Sementara itu, vaksin meningitis belum menjadi vaksin yang diwajibkan pemerintah.

Di Indonesia, pemerintah (Kementerian Kesehatan) dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan dua kelompok vaksin: yang diwajibkan dan dianjurkan. Vaksin yang diwajibkan meliputi: BCG, DPT, Hepatitis B, polio, dan campak. Vaksin yang dianjurkan contohnya HiB, MMR, Hepatitis A, PCV.

Untuk program imunisasi wajib, setiap anak Indonesia harus mendapatkannya tanpa kecuali. Mama bisa mendapatkannya secara gratis di pusat kesehatan milik pemerintah. Kalaupun tidak gratis, mama bisa membayarnya dengan harga yang murah karena vaksinnya sudah bisa diproduksi di dalam negeri. Berbeda halnya dengan vaksin yang dianjurkan, kita harus mengeluarkan kocek agak mahal karena belum tersebar luas.

Vaksin, antara Halal dan Haram

Naah, ini yang akan selalu menjadi perdebatan, terutama Indonesia yang berpenduduk mayoritas muslim.
"Vaksin haram karena menggunakan menggunakan lemak babi yang sudah jelas-jelas babi itu binatang haram bagi umat Islam."
Mama, tidak semua vaksin bersinggungan dengan tripsin (enzim yang membantu proses pemecahan protein menjadi peptida yang lebih kecil agar dapat diserap oleh usus halus) babi pada proses pengembangan maupun pembuatannya, seperti vag-f7';cv nmksin polio dan meningitis.

Kalaupun vaksin polio dan meningitis menggunakan tripsin babi, adapun proses penyemaian induk bibit vaksin telah dilakukan 15-20 tahun yang lalu. Setelah disemai, induk bibit vaksin tersebut dicuci dan dibersihkan total, sehingga pada vaksin yang disuntikkan sudah tidak mengandung babi.

Dalam ilmu Fiqh ada istilah istihalah, yaitu perubahan benda najis atau haram menjadi benda suci yang telah berubah sifat dan namanya. Contoh, khamr (arak) bisa berubah sifat menjadi suci bila telah melewati proses penyulingan dan berubah wujud menjadi cuka. Pun begitu dengan enzim babi yang telah melewati berbagai proses.

Yang menjadi patokan adalah sifat benda tersebut, sehingga vaksin polio dan meningitis telah berubah nama dan sifat, dari haram menjadi halal.

Wajib Imunisasi, Bukan Wajib Secara Mutlak

Nah, mam. Sampai cerita saya di sini, semoga mama bisa lebih terbuka ya tentang vaksinasi. Pada dasarnya hukum imunisasi itu wajib, tapi tidak wajib secara mutlak. Kalau secara syariat agama Islam, jatuhnya mubah. Aktivitas yang berstatus hukum mubah boleh untuk dilakukan, bahkan lebih condong kepada dianjurkan (bersifat perintah). Namun, tidak ada janji berupa konsekuensi berupa pahala terhadapnya.

Pun begitu dengan pemerintah. Sejauh ini belum ada kasus penjara atau denda kepada warga yang tidak melaksanakan vaksinasi. Hanya saja, para mama bisa berpikir kembali terhada manfaat vaksin. Ingat konsep imunitas populasi (herd imunity) di atas.

Tanpa pemberian imunisasi, anak akan menghadapi risiko yang cukup besar untuk menderita penyakit yang seharusnya dapat dicegah dengan pemberian imunisasi. 

Sayang banget 'kan? Misalnya KLB difteri kemarin. Anak yang tidak atau belum mendapat imunisasi DPT terpaksa dirumahkan sampai wabah penyakit itu selesai. Tujuannya apa? Proteksi bagi mereka yang belum terimunisasi, juga anak yang sudah terimunisasi. Selain itu, prasyarat masuk SD negeri saat ini adalah kelengkapan form imunisasi. Jadi mama, jangan sampai hilang ya buku KIA yang diberikan pelayanan kesehatan.

Keputusan akhir tetap berada di tangan mama dan papa. Diskusikan aja dulu dengan tenaga medis yang terpercaya. Saat ini sudah cukup banyak dokter anak yang ramah media sosial. Mama bisa tanyakan kegundahan Mama melalui media sosial. Atau kalau masih belum puas, bisa juga datang langsung ke tempat praktiknya.

Dokter Arifianto atau biasa dikenal Apin adalah salah satu dokter yang bisa diajak diskusi. Melalui akun media sosialnya, ia kerap membagikan tips juga teori seputar tumbuh kembang anak. Sekarang tinggal Mama aja, apakah mau mencari tahu lebih lanjut atau tidak. Keputusan akhir Mama tidak hanya berpengaruh terhadap kesehatan anak, tapi juga orang-orang di lingkungannya sebagaimana konsep herd imunity.

Imunisasi, siapa takut?

Wassalaam.

Tidak ada komentar

Terima kasih sudah berkomentar dengan sopan :)