Tanggal 24 Maret adalah hari bersejarah dalam kehidupan saya dan suami. Alhamdulillah tahun ini pernikahan kami menginjak usia ketiga, and still counting. Alhamdulillah pula di usia yang ketiga ini sudah ada bocil yang lucu nan menggemaskan, setia menemani hari-harikuuuu.
Biasanya seremoni apapun di rumah kami ini selalu ada kue. Yaa buat lucu-lucuan aja dirayain berdua. Maklum usia saya masih 17an, jadi tanggal bersejarah amatlah penting :p Waktu papap (read: suami) ulang tahun, saya berikan kue ulang tahun. Pun begitu saat saya ulang tahun. Waktu ulang tahun pernikahan juga sama. Tetapi yang ini lebih sering saya sih yang ngebeliin kue. You know, laki-laki paling nggak ingat hal remeh-temeh begitu.
Nah, ulang tahun pernikahan kali ini justeru yang terasa sepi. Kenapa? Bukan, bukan karena sedang punya bayi jadi saya tidak membelikan kue mungil. Bukan pula karena papap sedang ada kerjaan di luar kota. Akan tetapi, bisa dibilang tahun ini kami sedang berduka.
Dua Tahun Kepergian Kakak Kandung Saya
Actually, it happens every year. Yaa bagaimana tidak. Kakak saya yang pertama meninggal tepat satu tahun usia pernikahan kami. Jadi, secara otomatis hari jadi pernikahan saya sama dengan hari ulang tahun (haul) almarhumah kakak. Hanya usianya saja yang terpaut satu tahun. What a sad moment :(
Mertua Terkena Serangan Stroke
Ini yang mengagetkan kami semua. Seperti kematian, sakit pun tidak ada yang tahu. Minggu (20/3/2015) saya dan Riyadh sempat makan siang bersama dengan keluarga suami. Keesokan harinya, Senin (21/3/2015) mertua laki dikabarkan sakit kepala, tekanan darahnya tinggi.
Mertua sempat dirawat di RS Prikasih selama satu malam. Hasil CT scan menunjukkan terdapat penyumbatan aliran darah di kepala. Sepulangnya dari RS, mungkin baba (read: ayah mertua) terkena serangan stroke. Detailnya tidak tahu seperti apa, yang jelas pada saat itu suasananya mungkin seperti orang yang menghadap sakaratul maut. Hingga kini, baba lumpuh sebagian.
Berbagai macam terapi sedang dilakukan. Seperti kebanyakan pasien stroke, baba mengalami emosi yang labil. Cepat marah, cepat menangis, mudah tersinggung, hingga omongan yang tidak terkendali. Pada akhirnya, tekanan darahnya pun sulit turun.
Menghadapi kondisi seperti itu, papap terus menemani ayah dan ibunya. Agak khawatir juga kalau tengah malam ia ditelepon karena kondisi baba yang memburuk dan harus segera pergi ke rumah orangtuanya.
Keadaan menjadi terbalik. Sejak baba sakit, papap tidak tidur di rumah. Pulang ke rumah, hanya mampir saja. Saat baba sehat, papap menetap di rumah dan hanya mampir ke rumah orangtuanya sehari sekali.
Ahhh kangen rasanya dengan kehadiran papap di rumah. Tidur bertiga dalam satu kamar. Ia menemani bocil yang masih tidur saat pagi hari, sementara saya pergi membeli sayur-mayur.
Terkadang, saya hanya bisa menangis sambil menatap punggungnya yang kian menjauh meninggalkan rumah kami. Ingin rasanya mengatakan, please stay longer even just one night tapi yaa gimana ya... Ahahahhaa lebaynya kumat :(
Saya hanya bisa kirimkan doa kepada Alloh, agar:
- Semakin tambah usia pernikahan kami, semakin harmonislah hubungan kami sekeluarga.
- Kakak saya yang pertama diampuni dosa-dosanya, dilapangkan kuburnya, dan Alloh menjadikan kuburnya bagian dari surga.
- Ayah mertua diberi kesembuhan atas segala penyakitnya dan diberi kesabaran oleh Alloh dalam menghadapi proses penyembuhan ini. Yang merawatnya pun selalu diberikan kesehatan juga kesabaran yang ekstra.
Aamiin yaa robbal 'aalaamin.
happy anniversary ya, maaf telat & baru bisa bw
BalasHapus