Rahasia Seni Berbicara di Depan Umum ala Duo Pakar Public Speaking

Apa yang Anda lakukan saat diminta seorang kerabat menjadi seorang MC (master of ceremony) di sebuah acara bahagianya? Apakah Anda dengan percaya diri akan mengambil kesempatan itu atau justru menolaknya karena merasa tak mumpuni? 


Yup, berbicara di depan umum memang tidak mudah dilakukan, bagi yang tidak biasa. Jangankan menjadi MC--pengawal seluruh rangkaian acara, memberi kata sambutan pun tak kuasa dilakukan seseorang. Gagap berbicara, bahasa tubuh yang kaku, dan hilangnya konsentrasi kerap muncul bila demam panggung sudah menyerang. Dengan demikian, akan ada beribu alasan seseorang untuk menolak berbicara di depan umum.

Lalu, bagaimana upaya mengatasi demam panggung saat berbicara di depan publik? Bagaimana pula agar audiensi tertarik dengan apa yang kita bicarakan dari awal hingga akhir waktu? Apa sih rahasianya agar mahir berbicara di depan umum? Duo pakar public speaking, Muchlis Anwar dan Kang Arul (atau lebih dikenal dengan sebutan dosen galau) mengupas rahasianya dalam sebuah sesi kopdar anggota Blogger Reporter Indonesia (BRID), Sabtu (18/10), di Warung Komando, Jakarta.

Duo pakar public speaking, Kang Arul (kiri) dan Muchlis Anwar (kanan), berpose usai mengisi materi di Bridiscuss 1 bersama anggora Blogger Reporter Indonesia, Sabtu (18/10), di Warung Komando, Jakarta.

Tiga Kunci Berbicara di Depan Umum ala Muchlis Anwar (Ulish)

"Setiap orang bisa menulis, tetapi tidak semua orang bisa menulis dengan bagus," itulah kalimat yang diucapkan Muchlis Anwar saat membuka sesi public speaking workshop.

Pun begitu dengan berbicara, lanjut pria yang telah menekuni dunia public speaking selama 22 tahun. Setiap orang bisa berbicara, tetapi tidak semua orang paham betul tentang seni berbicara. Berbicara bukan hanya mengeluarkan kata-kata, tetapi ada seni dan gaya termasuk di dalamnya bahasa tubuh dan ucapan.

Dari berbagai literatur public speaking yang pernah dibaca Ulish dan hasil menonton video pembicara-pembicara top dunia, Ulish menyimpulkan, berbicara hanya melibatkan tiga hal: apa yang akan dibicarakan (isi), bagaimana cara menyampaikan (metode), kepada siapa pesan disampaikan (objek). Pada akhirnya, setiap pembicara ingin pesannya bisa tersampaikan dengan jelas ke audiensi.
Sebuah penelitian yang dilakukan Albert Mehrabian menunjukkan, audiensi akan menangkap pesan yang disampaikan pembicara melalui tiga sumber, yaitu langsung dari apa yang kita bicarakan-mulut (7 persen), bahasa tubuh (55 persen), dan bagaimana pembicara mengatakannya (38 persen).

Berdasarkan dari penelitian tersebut, dibutuhkan tiga komponen dari seorang pembicara saat berbicara di depan publik, yakni intonasi, kecepatam berbicara, dan bahasa tubuh.

"Pembicara yang berbicara dengan intonasi datar dan kecepatan sama sepanjang berbicara akan kurang diminati audiensi," terang Ulish.

Pernyataan Ulish langsung dibuktikan saat salah seorang peserta bercerita, dirinya pernah meminta Ulish untuk sharing secara pribadi tentang kiat-kiat mengatasi gagap bicara saat di menit-menit awal berada di atas panggung.

Ulish menilai, dari gaya berbicara peserta tersebut, audiensi tidak akan tertarik dengan apa yang dibicarakan. Tidak ada penekanan kata ataupun variasi kecepatakan atas hal yang diutarakannya. Padahal, intonasi bisa menunjukkan penguasaan materi seorang pembicara atas apa yang disampaikan.

"Pembicara itu harus punya gaya dan intonasi agar pendengar terbawa dengan suasana dan isi yang dibicarakan pembicara", terang Ulish

Dari intonasi juga mampu menimbulkan kekuatan pesan yang disampaikan, sehingga audiensi tidak merasa bosan dan paham betul apa yang sedang diungkapkan pembicara.

Sementara itu, tentang gaya tubuh, Ulish memberi contoh kepada peserta agar tidak hanya meletakkan tanganya di bawah saat berbicara di depan umum. Ekpresikanlah apa yang sedang dibicarakan melalui gaya tubuh. Berekspresilah asal jangan berlebihan dan salah tempat.

"Lima puluh lima persen pesan diterima audiensi melalui bahasa tubuh", tutur Ulish mengingatkan.

Ulish menginginkan agar teman-teman bloger yang hadir saat itu bisa menjadi pembicara yang menginspirasi. Sering latihan berbicara, baik ada ataupun tidak ada event, adalah kiat agar kita tidak mudah canggung bicara di depan umum. Selain itu, milikilah sesuatu yang baru dan gaya yang berbeda agar audiensi tertarik dengan apa yang kita bicarakan.

Muchlis Anwar saat memberikan tips mahir berbicara di depan publik. (dok. Hazmi Srondol)
Menambahkan kiat-kiat yang telah diutarakan oleh Muchlis Anwar tentang mahir bicara di depan umum, Kang Arul mengungkapkan rahasia agar kita dianggap penting sebagai pembicara oleh para audiensi.

"Yang penting saat menjadi pembicara adalah bagaimana menempatkan diri Anda menjadi orang yang penting," kata dosen yang juga konsultan public relation dan digital media.

Kalau kita adalah  public figure seperti dosen atau pakar keilmuan atau Bob Sadino, misalnya, yang berbicara di depan umum dengan celana pendek, sudah pasti audiensi akan mendengarkan meskipun tema pembicaraan kurang menarik. Namun, pertanyaan selanjutnya, kalau kita bukan orang tenar (public figure), bagaimana cara agar pembicara dianggap penting oleh para audiensi?

Rahasianya ada dua, kenali diri kita (sebagai pembicara) dan audiensi. Menyiapkan materi, perilaku, gaya berpakaian, atau perangkat yang digunakan adalah salah satu upaya agar kita terkesan penting bagi audiensi. Artinya, perlu persiapan khusus untuk menjadi pembicara di suatu tempat.

Kang Arul saat memberikan materi tentang menjadi penting sebagai pembicara.

Faktor yang kedua, kenali latar belakang audiensi. "Rata-rata kesalahan seorang sales adalah tidak memerhatikan siapa yang diajak bicara. Jadi, konsumen sudah bisa menebak 'jualan'ya", jelas Kang Arul.

Yang hanya diperhatikan oleh sales adalah barang bisa laku terjual, tanpa memerhatikan teknik penjualannya. Sales cenderung menganggap semua calon konsumennya berlatar belakang sama, yakni tidak tahu apa-apa atas apa yang ditawarkannya. Padahal, belum tentu semua seperti itu.

Pun begitu saat menjadi pembicara. Pembicara harus tahu latar belakang pendidikan atau budaya mayoritas audiensinya. Jangan pernah beranggapan bahwa audiensi itu “tidak tahu apa-apa”. Jangan pernah pula berpikiran, apa yang kita sampaikan akan langsung diterima oleh audiensi. Banyak contoh keberhasilan pembicaraan itu diawali dengan hanya membahas soal burung, permen, atau klub sepak bola.

Nah, satu hal penting lainnya dan kerap dilupakan banyak pembicara adalah antisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Pembicara harus tahu, apa yang akan dilakukan bila saat ia sedang/akan berbicara, tiba-tiba listrik mati.  Ia berbicara tanpa Apa yang akan ia lakukan bila sedang/akan berbicara tidak ada microphone juga materi yang sudah disusun dalam power point. Hhm, jika titdak diantisipasi, bisa blank nih presentasinya. Betul tidak?

Lantas, bagaimana upaya antisipasi keadaan-keadaan tak terduga seperti ini? "Kreatifitas adalah kunci bagaimana pembicara antisipasi hal-hal tak terduga saat jadi pembicara", ungkap pria berambut klimis ini.

Apa yang diungkapkan Kang Arul tampak dengan kenyataan. Untuk menjadi pembicara saat itu, Kang Arul sudah menyiapakan 83 slide (belakangan diketahui hanya 8 slide). Namun, karena keterbatasan media, Kang Arul tetap bisa presentasi dengan menarik tanpa materi juga microphone.

Kang Arul dengan gayanya yang santai berhasil menghipnotis peserta agar memerhatikan apa yang disampaikannya meskipun disampaikan tanpa materi (slide) dan microphone.
Tidak hanya sekadar mendengarkan narasumber bicara, dalam kesempatan tersebut peserta juga ditantang untuk mempraktikkan materi yang telah diberikan oleh duo pakar public speaking. Peserta diminta untuk memikat juri (dua pakar public speaking dan seorang superadmin BRID, Hazmi Srondol) melalui berjualan tusuk gigi. Dua peserta terbaik gaya komunikasi dan jualannya, memenangkan hadiah vocher umroh senilai Rp 2.500.000 dari Asia Wisata. Wooow!

Kang Arul memberi contoh kepada peserta sebagai penjual sendok. (dok. Hazmi Srondol)

Mak Wayakomala sedang merayu juri agar membeli tusuk giginya.
Pemenang pertama yang berhasil memikat juri dengan tusuk giginya dan berhak mendapatkan vocher umroh senilai Rp 2.5 juta.

Pemenang kedua yang berhasil memikat juri dengan tusuk giginya dan berhak mendapatkan vocher umroh senilai Rp 2.5 juta.

8 komentar

  1. baca tulisan ini jadi nyesel saya, nggak memperhatikan 100 persen materi, sibuk di belakang

    BalasHapus
    Balasan
    1. siibuk apa hayoooo di belakaaanngg :p
      kan udah dikasih materinya, mas Ahmed. Aku juga refresh dari situ kok plus dari livetweet juga.

      Hapus
  2. terimakasih sharenya. manfaat banget buatku yg selalu keringat dingin kalo mau ngomong depan imum

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasiiihh sudah mampiiir.
      Alhamdulillaah.. mudah2an manfaat yahh :)

      Hapus
  3. Wah bermanfaat banget, saya sering "sok tau " yakin bisa di depan publik, gapi pas waktunya ngeblank.
    Rupanya ada point2 yg jadi patokan seperti 5W+1Hnya menulis ����

    BalasHapus
    Balasan
    1. wekekeke.. semua ada teorinya ternyata yahh.
      kalo mbak maria maaahh bukan sok tau, tapi lagi berusaha pede biar pas maju nggak nge-blank even ujung2nya rada nge-blank juga :D)

      Hapus
  4. Trims untuk postingannya, jadi nambah wawasan tentang public speaking nih. Terkadang, walau sering diharuskan berbicara di depan umum, masih suka kelabakan kalo ada kendala teknis [misal listrik padam sehingga power point ga bisa dinyalain, hehe]. Aih, beruntungnya yg dpt voucher umroh ya? Congrats deh.... :)
    Mba Anesa, sekalian saya follow blognya yaaa. Trims.

    BalasHapus
    Balasan
    1. sama-sama, maaakk.
      Waaa terima kasiih udah berkunjung ke blog akuu. Tenang, nanti aku folback yaa blognya mak alaikaa :)

      Hapus

Terima kasih sudah berkomentar dengan sopan :)